Langsung ke konten utama

Perspektif Lain Mengenai Pendirian Negara Islam Indonesia

Perspektif Lain Mengenai Pendirian Negara Islam Indonesia

Mohamad Fikri Aulya Nor

Sumber: wikimedia


Selama ini, kita mengenal gerakan DI/TII yang mendirikan Negara Islam Indonesia (NII) sebagai gerakan pemberontakan atau bughat yang mengancam kedaulatan Republik Indonesia (RI). Mereka melancarkan aksinya di berbagai tempat, seperti Jawa Barat, Aceh, dan Sulawesi Selatan. 


Namun, usaha pemerintah RI untuk memadamkan “pemberontakan” ini sering mengalami kebuntuan. Mengapa mereka begitu sulit dikalahkan dan justru mendapat simpati dari banyak masyarakat? Simak uraian singkat berikut.


Api telah tersulut dalam sekam, jauh sebelum perlawanan ini meletus. Sejak Indonesia merdeka, para pendiri bangsa dibayangi oleh masalah serius mengenai arah bangsa ini: apakah dituntun oleh nasionalisme-sekuler ataukah Islam? 


Umat Islam menginginkan bangsa ini dikelola berlandaskan prinsip-prinsip Al Qur’an dan Sunnah. Hal ini setidaknya dilandasi oleh tiga alasan yang rasional: (1) watak Islam yang menyeluruh, (2) keunggulan ideologi Islam atas yang lainnya, dan (3) kenyataan bahwa mayoritas warga menganut Islam. Umat Is
lam sudah berjuang melalui berbagai cara secara konstitusional, seperti perumusan Piagam Jakarta, partisipasi di pemilihan umum 1955, dan perjuangan di parlemen dan Dewan Konstituante, meskipun semuanya berakhir pada kompromi.


Salah satu tokoh yang menarik garis tegas, tanpa kompromi, adalah SM Kartosuwiryo, pemimpin DI/TII. Tidak seperti M. Natsir, rekannya dulu di Mayumi, yang menyetujui masyarakat Islami dalam naungan Pancasila, ia menginginkan negara Islami yang ideal. Dia juga sangat anti terhadap komunisme sehingga hal tersebut juga mendasari perseteruannya kelak dengan Soekarno yang kekiri-kirian, bahkan mengusung konsep Nasakom.


Pada awalnya, ia menerima pendirian RI. Namun, sikap pemerintah terhadap aspek agama, sosial, ekonomi, politik, dan militer lama-kelamaan makin mengecewakan umat Islam. Selain penghilangan tujuh kata dalam Piagam Jakarta yang menjadi dasar negara, terdapat keputusan fatal yang menjadi puncak kekecewaannya. Hal tersebut adalah kegagalan dalam perundingan Renville yang salah satu konsekuensinya adalah lepasnya Jawa Barat sebagai wilayah RI. 


Hal tersebut membuat TNI harus segera ditarik dari wilayah tersebut, sehingga rakyat Jawa Barat merasa ditinggalkan oleh republik. Selain itu, isu adanya rasionalisasi dalam tubuh TNI membuat banyak pencopotan pimpinan dan pelucutan pasukan perjuangan. Yang tersisa hanyalah gerilyawan dari Hizbullah dan Sabilillah di Jawa Barat, cabang militer Mayumi yang kelak menjadi TII, yang mendapat simpati masyarakat di sana.


Selain itu, ketika terjadi Agresi Militer Belanda II, perjanjian Renville dianggap batal sehingga Divisi Siliwangi TNI melakukan long march ke arah Jawa Barat pada tanggal 19 Desember 1948. Awalnya, mereka disambut oleh TII dan diajak bergabung untuk menyerang negara boneka Belanda, Negara Pasundan. Namun, akhirnya mereka saling tidak setuju dan bermusuhan.


Ketika itu, kondisi RI sangat lemah, bahkan ibukota Yogyakarta jatuh ke tangan Belanda dan pimpinan negara, seperti Soekarno dan Moh. Hatta ditangkap. RI dianggap bubar. RI dianggap menyerahkan kedaulatannya kepada negara baru yang disebut Republik Indonesia Serikat. 


Ketika Moh. Hatta pergi ke Den Haag pada 6 Agustus 1949 untuk mengikuti Konferensi Meja Bundar, terjadi kekosongan kekuasaan sementara. Hal ini segera dimanfaatkan oleh Kartosuwiryo. Dengan Maklumat Pemerintah NII no.II/7, ia pun mendeklarasikan berdirinya Negara Islam Indonesia (NII) pada tanggal 7 Agustus 1949 di Desa Cisampah, Tasikmalaya, Jawa Barat. 


Dengan demikian, terwujudlah cita-cita Kartosuwiryo berupa negara Islam yang kelak hanya berumur 13 tahun, tetapi geloranya tidak pernah redup hingga sekarang.


Sumber:

Al-Chaidar. 1999. Pengantar Pemikiran Politik Proklamator Negara Islam Indonesia S.M. Kartosoewirjo: Mengungkap Manipulasi Sejarah Darul Islam? DI-TII Semasa Orde Baru Lama dan Orde Baru. Jakarta: Darul-Falah.

Artikel telah dipublikasikan di Harakah.ID

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Big Bang, Penciptaan, dan Kemenangan Tuhan

Big Bang, Penciptaan, dan Kemenangan Tuhan Mohamad Fikri Aulya Nor, Astronomi ITB Tahukah kalian apa itu Big Bang ? Big Bang adalah teori awal alam semesta yang menyatakan bahwa alam semesta ini bermula dari suatu titik yang tak hingga kecilnya, kemudian mengembang menjadi sebesar ini. Sejarah munculnya teori ini mengandung kisah dramatis tentang pencarian jawaban atas pertanyaan filosofis mengenai alam semesta, konflik laten bagi kaum agamawan, yang diakhiri dengan kemenangan Tuhan. Kita awali kisah ini dengan sebuah kesalahan persepsi yang populer. Banyak orang menyebut Big Bang sebagai “ledakan besar” dalam arti yang sebenarnya. Padahal nama “Big Bang” hanyalah ledekan dari Fred Hoyle, ilmuwan yang mendukung teori pesaing Big Bang, yakni teori Steady State  atau Keadaan Tunak. Dahulu para ahli kosmologi berdebat panjang mengenai alam semesta. Salah satunya, apakah alam semesta ini mempunyai awal atau sejak dulu memang seperti ini alias abadi? Hal ini memicu lahi

Smart Tech, Dumb People

Smart Tech, Dumb People Ilustrasi Singularitas Teknologi. Sumber gambar: https://s27389.pcdn.co/wp-content/uploads/singularity-1000x440.jpg Oleh: Fikri Aulyanor 15 Januari 2019 Sebenarnya, alasan manusia menciptakan teknologi adalah untuk membuat segala pekerjaannya menjadi cepat, efektif, dan efisien. Setelah muncul otomasi dan Internet, dan sekarang ditambah AI (Artificial Intelligence), produktivitas manusia sangat meningkat pesat dengan effort yang sangat minimal. Jelas, kehidupan manusia sangat jauh lebih mudah dibandingkan sebelumnya. Maka dari itu, jika kita mendengar kata “teknologi”, otak kita selalu menganggapnya “baik“. Bagaimana tidak, siapa yang tidak ingin hidup mudah tanpa bersusah payah? Namun, bagaimana jika teknologi ternyata merupakan suatu bentuk penyebab “kemalasan” manusia? Atau yang lebih ekstrem, teknologi diartikan sebagai “pelemahan” terhadap segala lini kehidupan manusia, termasuk intelektualitas. Dalam artian, kemudahan teknologi, membuat manu

Rekor Pengamatan Hilal Terbaik untuk Revolusi Rukyatul Hilal

Rekor Pengamatan Hilal Terbaik untuk Revolusi Rukyatul Hilal Ilustrasi. Sumber gambar:  https://web.facebook.com/observatorium.bosscha/posts/lembang-1-september-2016-pada-pukul-0801-wib-pagi-hari-tadi-observatorium-bossch/1079902765391761/?_rdc=1&_rdr by Warstek Media / 04 Agustus 2019 Ditulis Oleh Mohamad Fikri Aulya Nor Tim Peneliti Hilal dari Observatorium Bosscha membuat kekaguman berbagai pihak saat mempresentasikan hasil penelitiannya pada acara Sarasehan Pengamatan Hilal Rajab 1440 H dan Sosialisasi “Dark Sky Preservation” pada hari Kamis, 7 Maret 2019. Setelah melakukan penelitian pengamatan hilal dari tahun 2012, mereka akhirnya menorehkan catatan rekor hebat. Mereka berhasil menjadi orang kedua di dunia yang berhasil mengamati Bulan saat “berusia” nol jam atau tepat saat fase awal atau bulan baru. Mereka menangkap citra tersebut dari dua tempat, yakni Observatorium Bosscha, Lembang, Jawa Barat dan Kupang, Nusa Tenggara Timur. Dari hasil citra yang didapatka