Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dengan label repost

Budaya Jahiliyah An-Nasi’ Ditinjau dari Segi Astronomis

Budaya Jahiliyah An-Nasi’ Ditinjau dari Segi Astronomis Mohamad Fikri Aulya Nor, Astronomi ITB Kita tengah memasuki tiga bulan haram yang berturut-turut. Bulan-bulan haram merupakan bulan yang dimuliakan oleh Allah SWT, salah satunya dengan dilarang adanya peperangan dan perbuatan haram lainnya. Maksudnya, perbuatan haram lebih ditekankan keharamannya di bulan-bulan itu. Bulan-bulan itu adalah Dzulqoidah, Dzulhijjah, dan Muharram yang berturut-turut dan Rajab yang berada di antara Jumadil Akhir dan Sya’ban.. Salah satu cerita yang menarik dari sejarah di bulan haram adalah tentang budaya Jahiliyah orang Arab pra-Islam yang disebut An-Nasi’ . An-Nasi’ secara bahasa artinya penundaan. Penundaan yang dimaksud adalah penundaan penyelenggaraan haji dan perayaan dengan memindahkannya di hari yang cocok sesuai musim di tahun itu. Jadi sebelum Islam datang, sudah ada penyelenggaraan haji dan semacam festival perayaan yang berisi pasar-pasar. Penyelenggaraan haji didasarkan pada

Gerhana Matahari Cincin 21 Juni 2020, Sayangnya Indonesia Tidak Kebagian

Gerhana Matahari Cincin 21 Juni 2020, Sayangnya Indonesia Tidak Kebagian Mohamad Fikri Aulya Nor, Astronomi ITB Insya Allah, peristiwa Gerhana Matahari Cincin (GMC) akan terjadi pada tanggal 21 Juni 2020. Durasi puncak gerhana terlama adalah 1 menit 22,4 detik (eclipse.gfsc.nasa.gov). Secara global, gerhana akan dimulai sejak pukul 10:45:58 WIB di sekitar wilayah Afrika Tengah dan berakhir pukul 16:34:01 WIB di tengah Samudera Pasifik. Lokasi yang dilewati puncak gerhana ini meliputi negara-negara di Afrika Tengah, jazirah Arab, Pakistan, India, Nepal, Tiongkok, dan Taiwan. Sayangnya, Indonesia hanya bisa melihat gerhana matahari sebagian. Gambar 1 Peta GMC 21 Juni 2020 ( timeanddate.com/map/2020-june-21 ) Bagian matahari yang tertutupi saat gerhana bervariasi. Di bagian utara Pulau Sumatera, terutama Aceh, dan Kepulauan Riau, bagian Matahari yang tertutupi saat puncak gerhana adalah 2-12%. Di Pulau Kalimantan, nilainya berkisar 6-27%. Di Pulau Sulawesi dan Malu

Alam Semesta dalam 50, 100, dan N Tahun

Alam Semesta dalam 50, 100, dan N Tahun Selama ini, kita sebagai astronom kebanyakan hanya MELIHAT MASA LALU! Padahal, “mengetahui masa depan” juga penting bagi kita... Misalnya, Bagaimana kita nanti setelah lulus? Kapan kita nikah?   Seperti apa dunia di mana anak kita akan lahir? Bagaimana perkembangan dunia astronomi dan penjelajahan ruang angkasa?  Apa saja bencana yang akan terjadi di masa depan?  Apa yang akan terjadi di dunia ini? Apa yang akan terjadi pada bumi, matahari, dan alam semesta setelah manusia mencapai peradaban tipe II? Ini adalah materi kajian yang dibuat oleh M Fikri AN pada tahun 2019 (Sebelum Covid-19 meluas, sehingga belum disesuaikan dengan banyaknya perbedaan dengan kondisi real di 2020)

Big Bang, Penciptaan, dan Kemenangan Tuhan

Big Bang, Penciptaan, dan Kemenangan Tuhan Mohamad Fikri Aulya Nor, Astronomi ITB Tahukah kalian apa itu Big Bang ? Big Bang adalah teori awal alam semesta yang menyatakan bahwa alam semesta ini bermula dari suatu titik yang tak hingga kecilnya, kemudian mengembang menjadi sebesar ini. Sejarah munculnya teori ini mengandung kisah dramatis tentang pencarian jawaban atas pertanyaan filosofis mengenai alam semesta, konflik laten bagi kaum agamawan, yang diakhiri dengan kemenangan Tuhan. Kita awali kisah ini dengan sebuah kesalahan persepsi yang populer. Banyak orang menyebut Big Bang sebagai “ledakan besar” dalam arti yang sebenarnya. Padahal nama “Big Bang” hanyalah ledekan dari Fred Hoyle, ilmuwan yang mendukung teori pesaing Big Bang, yakni teori Steady State  atau Keadaan Tunak. Dahulu para ahli kosmologi berdebat panjang mengenai alam semesta. Salah satunya, apakah alam semesta ini mempunyai awal atau sejak dulu memang seperti ini alias abadi? Hal ini memicu lahi

Bosan? Coba Tafakur Langit dan Bumi di Tengah Pandemi Ini!

Bosan? Coba Tafakur Langit dan Bumi di Tengah Pandemi Ini! Mohamad Fikri Aulya Nor, Astronomi ITB Kebanyakan dari kita merasa bosan karena physical distancing ini. Benar, bukan? Untuk mengusirnya, kita biasanya menyibukkan diri dengan beberapa hiburan, seperti menonton televisi, bermain game, dan menjelajah media sosial. Bagi yang agak produktif, mungkin menonton video edukasi dan ceramah. Bagi yang sudah berkumpul dengan keluarganya masing-masing, sangat bagus sekali jika kita bercengkerama dengan keluarga. Tapi, ada cara lain yang keren  untuk mengusir kebosanan di tengah pandemi ini! Apa itu? Bertafakur terhadap langit dan Bumi! Bertafakur berasal dari kata tafakkara  dalam bahasa Arab yang artinya adalah memikirkan atau mempertimbangkan perkara. Dalam KBBI, tafakur berarti renungan, perenungan, merenung, menimbang-nimbang dengan sungguh-sungguh, atau berarti pula mengheningkan cipta. Secara terminologis, tafakur adalah nama untuk proses kegiatan kemampuan akal piki

Bintang Tsuroyya dan Berakhirnya Wabah Corona

Bintang Tsuroyya dan Berakhirnya Wabah Corona Mohamad Fikri Aulya Nor, Astronomi ITB Wabah virus Covid-19 atau Corona membuat banyak orang di seluruh dunia kesulitan sehingga mereka ingin segera tahu kapan hal ini bisa berakhir. Banyak orang mencoba membuat prediksi, dari permodelan matematis oleh para ilmuwan sampai tafsir berdasarkan teks agama. Sebenarnya bukan masalah orang-orang mempercayai prediksi yang mana. Yang menjadi masalah adalah mengaitkan antara kepercayaan dan ilmu pengetahuan, baik itu pengetahuan agama maupun pengetahuan alam, dengan cara yang keliru. Jika hal ini terus dibiarkan, efeknya bukan hanya kegagalan dalam mengantisipasi Corona, melainkan juga rusaknya cara berpikir masyarakat yang tidak dapat memisahkan kepercayaan, yang bersifat ambigu dan subjektif, dari ilmu, yang bersifat metodologis dan objektif. Contohnya adalah prediksi berakhirnya wabah Corona yang akhir-akhir ini banyak muncul berdasarkan beberapa hadits Nabi Muhammad SAW. Banyak v

Sudah Selesaikah Kita dengan Kehidupan di “Gurun Beku” Itu?

LEAP: Sudah Selesaikah Kita dengan Kehidupan di “Gurun Beku” Itu? Penulis: Moh. Fikri Aulya Nor (Bandung, Jawa Barat) Gurun Kematian Di ujung langit, terdapat sebuah titik kecil berwarna merah, seperti kumpulan tetes darah prajurit dalam perang, yang dikorbankan untuk para dewa. Namun, bintang itu bukanlah dewa, melainkan sebuah dunia lain, dunia yang seperti kita. Sebuah daratan gurun yang luasnya sejauh mata memandang tanpa birunya samudera. Walaupun begitu, di sana juga terdapat pegunungan dan lembah-lembah. Yang paling menarik adalah adanya ngarai raksasa, lembah “super raksasa”, yang belakangan disebut Mariner Valley. Ngarai itu tampak seperti kanal-kanal buatan manusia, bukan buatan alam. Sebentar! Apakah hal ini berarti ada manusia juga di sana? Manusia di dunia lain? Hal itulah yang mungkin dipikirkan Schiaparelli pada tahun 1877, saat peta pertama planet Mars dibuat. Orang-orang pun mulai berimajinasi mengenai adanya peradaban lain di planet itu. Salah satunya

Rekor Pengamatan Hilal Terbaik untuk Revolusi Rukyatul Hilal

Rekor Pengamatan Hilal Terbaik untuk Revolusi Rukyatul Hilal Ilustrasi. Sumber gambar:  https://web.facebook.com/observatorium.bosscha/posts/lembang-1-september-2016-pada-pukul-0801-wib-pagi-hari-tadi-observatorium-bossch/1079902765391761/?_rdc=1&_rdr by Warstek Media / 04 Agustus 2019 Ditulis Oleh Mohamad Fikri Aulya Nor Tim Peneliti Hilal dari Observatorium Bosscha membuat kekaguman berbagai pihak saat mempresentasikan hasil penelitiannya pada acara Sarasehan Pengamatan Hilal Rajab 1440 H dan Sosialisasi “Dark Sky Preservation” pada hari Kamis, 7 Maret 2019. Setelah melakukan penelitian pengamatan hilal dari tahun 2012, mereka akhirnya menorehkan catatan rekor hebat. Mereka berhasil menjadi orang kedua di dunia yang berhasil mengamati Bulan saat “berusia” nol jam atau tepat saat fase awal atau bulan baru. Mereka menangkap citra tersebut dari dua tempat, yakni Observatorium Bosscha, Lembang, Jawa Barat dan Kupang, Nusa Tenggara Timur. Dari hasil citra yang didapatka

Teknik Pengamatan Astronomis Terbaik untuk Rukyat yang Lebih Baik

Teknik Pengamatan Astronomis Terbaik untuk Rukyat yang Lebih Baik Ilustrasi Sumber gambar: https://storage.nu.or.id/storage/post/16_9/big/1495090214591d4426ada4f.jpg Mohamad Fikri Aulya Nor, Astronomi ITB LEMBANG, 7 Maret 2019 – Tim Peneliti Hilal dari Observatorium Bosscha membuat kekaguman berbagai pihak saat mempresentasikan hasil penelitiannya pada acara Sarasehan Pengamatan Hilal Rajab 1440 H dan Sosialisasi “Dark Sky Preservation” pada hari Kamis lalu (7/3/2019). Pasalnya, mereka menorehkan catatan rekor, yakni menjadi orang kedua di dunia yang berhasil mengamati Bulan saat “berusia” nol jam. Selain itu, mereka juga berhasil memotret hilal dengan konjungsi di bawah 6 derajat (3,29 derajat) dan memotret hilal dengan ketinggian hampir nol derajat. Bandingkan dengan kriteria ketinggian 2 derajat yang digunakan oleh NU atau kriteria Wujudul Hilal Muhammadiyah yang juga menggunakan ketinggian yang serupa! Mereka berhasil melakukannya dengan teknik pengamatan astronomis