Langsung ke konten utama

Review Game Terragenesis: Simulasi Kolonisasi dan Terraforming oleh Empat Faksi

Review Game Terragenesis: Simulasi Kolonisasi dan Terraforming oleh Empat Faksi


Di masa depan yang dekat, peradaban manusia begitu maju sehingga mampu untuk mengkolonisasi planet lain. Menggunakan kekuatan uang, politik, sains, dan teknologi, mereka bekerjasama untuk bisa mewujudkan hal tersebut. Namun, perbedaan tujuan dan pandangan ideologi membuat manusia terpecah menjadi empat faksi. Keempat faksi itu adalah Daughter of Gaia, UNSA (United Nations Space Administration), Horizon Corporation, dan Sons of Hephaestus. Mereka memiliki kelebihan, kekurangan, dan keistimewaaan masing-masing. 

Gambar 1. Salah satu faksi dalam TerraGenesis, yakni Daughters of Gaia


Faksi Daughter of Gaia bertujuan untuk membuat “dunia lain” atau berbagai planet dan bulan menjadi surga baru bagi kehidupan. Dengan kata lain, mereka ingin men-terraform segalanya; berbeda sekali dengan faksi Sons of Hephaestus. Faksi ini cenderung percaya bahwa manusia tidak memiliki hak untuk mengkontaminasi “dunia lain”. Mereka hanya ingin berkoloni dan mengambil sumber dayanya dengan perubahan keadaan seminimal mungkin. Di lain pihak, terdapat faksi Horizon Corporation yang tujuan utamanya adalah mendapat keuntungan sebanyak-banyaknya. Mereka tidak peduli dengan koloni atau keadaan “dunia lain”. Sementara itu, faksi UNSA ingin mempertahankan kelangsungan hidup dari manusia dari negara-negara yang tersisa. Seluruh negara tersebut bersatu membentuk suatu masyarakat kesatuan internasional yang mengkolonisasi “dunia-dunia lain”.


Walaupun mereka mempunyai perbedaan tujuan dan pandangan, tidak ada kecenderungan untuk berperang satu sama lain. Selain itu, ternyata mereka juga mempunyai tujuan utama yang sama, yakni mencapai independensi atau lebih cocok disebut kemandirian. Mandiri di atas tanah koloni, tidak bergantung lagi dari planet induknya.


Begitulah kira-kira plot dari TerraGenesis, sebuah game tentang simulasi kolonisasi dan terraforming.


Game gratis buatan Alexander Winn ini awalnya hanya tersedia untuk pengguna mobile phone, tetapi baru-baru ini versi PC sudah dirilis melalui Microsoft Store. Walaupun grafik dan mekanisme game sederhana, tetapi hampir semuanya berdasarkan sains. Sumber-sumber mereka berasal dari berbagai paper ilmiah yang dicantumkan di versi-versi awal (sayangnya, di versi PC sekarang tidak dicantumkan). Namun, para pemain diajak untuk mengeksplorasi sendiri mengenai sains terraforming melalui beberapa sumber yang lebih populer, seperti Mars for The Many, NASA, Space-X, dan lain-lain.


Terdapat berbagai pilihan dunia yang bisa dimainkan dalam game ini. Ada dunia terestrial berisi empat planet, yakni Merkurius, Venus, Bumi, dan Mars, ditambah satu satelit, Bulan. Selain itu, ada juga seri satelit-satelit planet raksasa, yaitu Jupiter, Saturnus, Uranus, dan Neptunus; seri planet kerdil, seperti Ceres, Pluto, dan lain-lain; seri planet dalam tata surya TRAPPIST-1; seri bumi purba; planet fiksi; bahkan flat earth yang mengundang banyak kontroversi.


Bagi kalian yang ingin lebih dalam mengenal terraforming, selain belajar dari sumber-sumber terkait, kalian bisa juga memainkan game ini. Dari sana kita akan lebih terbayang bagaimana rumitnya melakukan kolonisasi, mencari sumber daya, menjaga keseimbangan alam, budaya, dan finansial. Apalagi jika memilih mode biosphere, di mana kita bisa mengedit sendiri gen organisme yang kelak menghuni planet kita setelah layak huni.


Saat kita memulai permainan, kita akan mendapat modal uang sebesar 10 000 000 c dan pembangunan kota dan tambang pertama yang gratis. Diberikan informasi tentang kondisi awal planet dan bagaimana agar mencapai keadaan habitable atau layak huni.


Pertama-tama, kita harus membangun kota. Di dalam kota tersebut, kita harus membangun beberapa fasilitas, seperti fasilitas hunian, pengatur atmosfer, pengembang organisme, dan lain-lain. Semua fasilitas membutuhkan “biaya operasional” yang rutin. Untuk menopang kebutuhan finansial tersebut, kita dapat membangun pertambangan dan menghasilkan uang. Cara lain adalah dengan menggadaikan Genesis Point yang biasanya diperoleh dengan membeli dengan uang asli. 


Selain itu, kita juga harus melakukan riset agar bisa membangun membangun fasilitas-fasilitas lain dan meningkatkan kemampuan pertambangan. 


Yang juga tak kalah penting adalah jumlah penduduk. Agar suatu kota dapat menampung fasilitas yang lebih banyak, maka menurut logika game tersebut, dibutuhkan SDM yang lebih banyak. Selain itu, jumlah penduduk juga penting untuk mendapatkan cultural points yang dapat digunakan untuk mengatur culture section atau mencapai independence.


Di dalam permainan ini juga terdapat events yang muncul secara acak. Event ini bisa bersifat merugikan atau menguntungkan. Contohnya yang merugikan adalah serangan teroris atau asteroid jatuh yang bisa menghancurkan fasilitas. Sedangkan contoh yang menguntungkan adalah ledakan pertumbuhan penduduk.


Yang terpenting dalam permainan ini adalah kita harus bisa mencapai keadaan yang mantap (seperti uang yang banyak dan kondisi layak huni) dan mempertahankannya. Nah, cara mencapai keadaan mantap tersebut saja sudah membutuhkan waktu yang lama, berhari-hari, dan kadang menyusahkan, apalagi mempertahankannya. Ketika terjadi sedikit ketidakseimbangan, ketika kita tinggal game ini dalam waktu yang lama, bisa-bisa planet yang sudah terlihat biru dan hijaunya seperti Bumi, malah berubah menjadi Venus yang kelebihan tekanan udara dan bertemperatur sangat tinggi.


Menurut saya, alih-alih disebut “permainan” yang terkesan santai, game ini justru menguras kesabaran dan pikiran. Mungkin genre game ini termasuk game RTS (Real-Time Strategy). Seperti kebanyakan game RTS, hanya orang-orang yang menyukainya yang bisa menikmati game ini. Jadi, kalau kalian memang sangat suka dengan topik terraforming dan memainkan game RTS, cobalah! Mumpung versi PC-nya masih gratis dan tanpa iklan!




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Big Bang, Penciptaan, dan Kemenangan Tuhan

Big Bang, Penciptaan, dan Kemenangan Tuhan Mohamad Fikri Aulya Nor, Astronomi ITB Tahukah kalian apa itu Big Bang ? Big Bang adalah teori awal alam semesta yang menyatakan bahwa alam semesta ini bermula dari suatu titik yang tak hingga kecilnya, kemudian mengembang menjadi sebesar ini. Sejarah munculnya teori ini mengandung kisah dramatis tentang pencarian jawaban atas pertanyaan filosofis mengenai alam semesta, konflik laten bagi kaum agamawan, yang diakhiri dengan kemenangan Tuhan. Kita awali kisah ini dengan sebuah kesalahan persepsi yang populer. Banyak orang menyebut Big Bang sebagai “ledakan besar” dalam arti yang sebenarnya. Padahal nama “Big Bang” hanyalah ledekan dari Fred Hoyle, ilmuwan yang mendukung teori pesaing Big Bang, yakni teori Steady State  atau Keadaan Tunak. Dahulu para ahli kosmologi berdebat panjang mengenai alam semesta. Salah satunya, apakah alam semesta ini mempunyai awal atau sejak dulu memang seperti ini alias abadi? Hal ini memicu lahi

Smart Tech, Dumb People

Smart Tech, Dumb People Ilustrasi Singularitas Teknologi. Sumber gambar: https://s27389.pcdn.co/wp-content/uploads/singularity-1000x440.jpg Oleh: Fikri Aulyanor 15 Januari 2019 Sebenarnya, alasan manusia menciptakan teknologi adalah untuk membuat segala pekerjaannya menjadi cepat, efektif, dan efisien. Setelah muncul otomasi dan Internet, dan sekarang ditambah AI (Artificial Intelligence), produktivitas manusia sangat meningkat pesat dengan effort yang sangat minimal. Jelas, kehidupan manusia sangat jauh lebih mudah dibandingkan sebelumnya. Maka dari itu, jika kita mendengar kata “teknologi”, otak kita selalu menganggapnya “baik“. Bagaimana tidak, siapa yang tidak ingin hidup mudah tanpa bersusah payah? Namun, bagaimana jika teknologi ternyata merupakan suatu bentuk penyebab “kemalasan” manusia? Atau yang lebih ekstrem, teknologi diartikan sebagai “pelemahan” terhadap segala lini kehidupan manusia, termasuk intelektualitas. Dalam artian, kemudahan teknologi, membuat manu

Rekor Pengamatan Hilal Terbaik untuk Revolusi Rukyatul Hilal

Rekor Pengamatan Hilal Terbaik untuk Revolusi Rukyatul Hilal Ilustrasi. Sumber gambar:  https://web.facebook.com/observatorium.bosscha/posts/lembang-1-september-2016-pada-pukul-0801-wib-pagi-hari-tadi-observatorium-bossch/1079902765391761/?_rdc=1&_rdr by Warstek Media / 04 Agustus 2019 Ditulis Oleh Mohamad Fikri Aulya Nor Tim Peneliti Hilal dari Observatorium Bosscha membuat kekaguman berbagai pihak saat mempresentasikan hasil penelitiannya pada acara Sarasehan Pengamatan Hilal Rajab 1440 H dan Sosialisasi “Dark Sky Preservation” pada hari Kamis, 7 Maret 2019. Setelah melakukan penelitian pengamatan hilal dari tahun 2012, mereka akhirnya menorehkan catatan rekor hebat. Mereka berhasil menjadi orang kedua di dunia yang berhasil mengamati Bulan saat “berusia” nol jam atau tepat saat fase awal atau bulan baru. Mereka menangkap citra tersebut dari dua tempat, yakni Observatorium Bosscha, Lembang, Jawa Barat dan Kupang, Nusa Tenggara Timur. Dari hasil citra yang didapatka