Langsung ke konten utama

Big Bang, Penciptaan, dan Kemenangan Tuhan


Big Bang, Penciptaan, dan Kemenangan Tuhan


Mohamad Fikri Aulya Nor, Astronomi ITB

Tahukah kalian apa itu Big Bang? Big Bang adalah teori awal alam semesta yang menyatakan bahwa alam semesta ini bermula dari suatu titik yang tak hingga kecilnya, kemudian mengembang menjadi sebesar ini. Sejarah munculnya teori ini mengandung kisah dramatis tentang pencarian jawaban atas pertanyaan filosofis mengenai alam semesta, konflik laten bagi kaum agamawan, yang diakhiri dengan kemenangan Tuhan.

Kita awali kisah ini dengan sebuah kesalahan persepsi yang populer. Banyak orang menyebut Big Bang sebagai “ledakan besar” dalam arti yang sebenarnya. Padahal nama “Big Bang” hanyalah ledekan dari Fred Hoyle, ilmuwan yang mendukung teori pesaing Big Bang, yakni teori Steady State atau Keadaan Tunak.

Dahulu para ahli kosmologi berdebat panjang mengenai alam semesta. Salah satunya, apakah alam semesta ini mempunyai awal atau sejak dulu memang seperti ini alias abadi? Hal ini memicu lahirnya kedua teori tersebut.

Menurut teori Big Bang, alam semesta mempunyai awal, yakni sejak sebuah titik yang disebut singularitas ada. Semuanya, mulai dari materi, energi, hingga ruang, mulai ada sejak singularitas ada. Kemudian, materi dan energi yang sifatnya mengisi ruang membuat singularitas mengembang menjadi alam semesta seperti sekarang.

Sedangkan menurut teori Steady State, alam semesta tidak mempunyai awal dan tidak mempunyai akhir. Materi, energi, dan ruang sudah ada sejak dulu. Untuk mengisi ruang yang kosong akibat pengembangan, materi dan energi terus-menerus diciptakan agar keadaannya tunak. Kata yang digunakan di sini adalah tunak, untuk membedakannya dengan tetap karena tetap mempunyai arti lain: tidak berubah.

Ibaratnya adalah alam semesta menurut Big Bang tercipta secara “tunai” sekaligus di awal, sedangkan alam semesta menurut Steady State tercipta secara “angsuran” tetapi tidak pernah berakhir (bahkan kita tidak pernah tahu sejak kapan angsuran itu ada).

Di era sebelum bukti empiris bisa didapatkan, filosofi, agama, bahkan politik memainkan peran penting dalam memilih preferensi di antara kedua teori tersebut. Teori Big Bang yang diusulkan pada tahun 1930-an telah dicurigai oleh kalangan ilmuwan skeptis. Hal ini terjadi karena penemunya, George LemaĆ®tre, merupakan matematikawan yang juga pendeta Katolik, sehingga dogma penciptaan di agamanya sangat mungkin mempengaruhi teorinya. Bahkan Paus Pius XII pada tahun 1952 mengatakan bahwa kosmologi Big Bang menegaskan gagasan tentang pencipta yang transendental dan selaras dengan dogma Kristen Katolik. Sedangkan kosmologi Steady State dikait-kaitkan dengan ateisme, bahkan pendukungnya dituduh pendukung komunis.

Dalam Islam, memang al-Quran menyebutkan secara gamblang bahwa bahwa langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu kemudian Kami pisahkan antara keduanya. (QS al-Anbiya: 30). Kata “ratqan” (satu yang padu) ditafsirkan sebagian kalangan sebagai singularitas atau sesuatu yang menyiratkan bahwa bumi dan langit memang mempunyai awal. Selain itu, dari pengetahuan Tauhid kita tahu bahwa hanya Allah SWT yang bersifat qadim (terdahulu, tanpa awal) dan Dia-lah al-Awwal (yang Mahaawal). Sedangkan selain-Nya atau makhluk, termasuk alam semesta ini, bersifat huduts (baru, ada yang mendahului). Dari sini, teori Big Bang lebih cenderung benar menurut Islam.

Meskipun begitu, sebenarnya terjadinya pengkutuban kedua teori ini lebih disebabkan oleh ketersediaan bukti empiris daripada konflik filosofis.

Pada awalnya, yang lebih meyakinkan adalah teori Steady State. Hal ini dilatarbelakangi oleh pemikiran bahwa alam semesta seharusnya bukan hanya memenuhi “prinsip kosmologi” saja, melainkan juga “prinsip kosmologi sempurna”. Selain tidak mempunyai tempat dan arah yang spesial, seharusnya alam semesta juga tidak mempunyai waktu yang spesial. Waktu spesial di sini maksudnya adalah “awal” dan “akhir”.

Kemudian, bukti pertama datang dari fakta bahwa alam semesta mengembang pada tahun 1929 berkat pengamatan galaksi oleh Edwin Hubble. Pada tahun 1948, ditemukan bahwa jika pengembangan alam semesta dihitung dengan teori Big Bang, maka usia alam semesta kurang dari usia tata surya. Hal ini jelas tidak mungkin. Kegagalan teori Big Bang digunakan pendukung teori Steady State untuk mengokohkan teorinya sendiri.

Tak lama berselang, angin berbelok ke arah teori Big Bang. Ternyata ditemukan bahwa pengamatan galaksi terjauh oleh Hubble memiliki kesalahan penentuan jarak yang cukup besar, sebanyak dua faktor. Setelah dihitung kembali, usia alam semesta berdasarkan teori Big Bang ternyata memang lebih tua daripada usia tata surya. Argumen pendukung teori Steady State pun ditepis.

Giliran teori Big Bang yang memberikan pukulan bukti demi bukti. Hal ini diawali dengan pengamatan 2000 sumber radio ekstragalaktik pada tahun 1955 oleh Martyn Ryle. Ia membuktikan bahwa distribusi sumber-sumber radio tersebut semakin berbeda ketika semakin jauh. Artinya, alam semesta tidak selalu seperti ini. Alam semesta tidaklah tunak spanjang waktu.

Selanjutnya, pukulan bukti paling telak hadir. Lucunya, bukti hebat ini ternyata ditemukan secara tidak sengaja oleh Arnold Penzias dan Robelt Wilson. Mereka berdua adalah pegawai telekomunikasi dari Bell Telephone’s Laboratory yang menyelidiki sumber gangguan derau yang datang dari segala arah. Ternyata yang ditemukan bukan sekadar derau biasa, melainkan derau yang berasal dari relik Big Bang milyaran tahun lalu ketika cahaya terakhir kali dihamburkan. Sebelum dihamburkan, cahaya masih menyatu dengan materi dengan kerapatan dan temperatur yang sangat tinggi. Teori Big Bang pun terbukti benar dan menjadi teori standar dalam kosmologi modern.

Jadi, penciptaan benar-benar ada. Alam semesta memiliki awal. Cerita tentang penciptaan kini telah teruji valid di hadapan sains modern. Bisa dikatakan, inilah salah satu sekian banyak kemenangan Tuhan atas segala keraguan mengenai-Nya.

Tapi, apakah dengan ini keraguan tersebut berhenti? Tidak. Para ilmuwan yang ingin menjauhkan perkara sains dari campur tangan agama mengatakan bahwa proses Big Bang sendiri bisa muncul dengan sendirinya melalui proses fisika tertentu, seperti fluktuasi kuantum. Teori Big Bang sendiri bukan merupakan teori mutakhir, yang artinya memungkinkan terjadinya revisi di masa depan. Apakah tidak berlakunya teori Big Bang akan meruntuhkan doktrin agama, khususnya Islam?

Selain itu, permasalahan filosofis lain juga muncul jika teori ini memang benar. Menurut teori Big Bang, seluruh materi dan energi sudah diciptakan di awal penciptaan. Tidak ada lagi materi dan energi baru. Lalu, setelah menciptakan alam semesta ini, apa yang sedang dilakukan Tuhan sekarang? Apakah penciptaan berhenti ataukah terus berlanjut di alam semesta lainnya?

Manusia memang tidak bisa berhenti untuk menahan rasa penasarannya. Sehingga yang dianugerahi iman dan ilmu tidak boleh lelah untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan itu. Tugas merekalah untuk memastikan kemenangan-kemenangan Tuhan selanjutnya .

Sumber:
Jahangir, A.. (2019). Big bang: The apologetic of Quran and the Will of God. Philosophical Papers and Review. 9. 20-26. 10.5897/PPR2018.0157.  
Ryden, Barbara. (2017). Introduction to Cosmology (Second Edition). UK: Cambridge University Press.

Dipublikasikan 20 Mei 2020 di

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Smart Tech, Dumb People

Smart Tech, Dumb People Ilustrasi Singularitas Teknologi. Sumber gambar: https://s27389.pcdn.co/wp-content/uploads/singularity-1000x440.jpg Oleh: Fikri Aulyanor 15 Januari 2019 Sebenarnya, alasan manusia menciptakan teknologi adalah untuk membuat segala pekerjaannya menjadi cepat, efektif, dan efisien. Setelah muncul otomasi dan Internet, dan sekarang ditambah AI (Artificial Intelligence), produktivitas manusia sangat meningkat pesat dengan effort yang sangat minimal. Jelas, kehidupan manusia sangat jauh lebih mudah dibandingkan sebelumnya. Maka dari itu, jika kita mendengar kata “teknologi”, otak kita selalu menganggapnya “baik“. Bagaimana tidak, siapa yang tidak ingin hidup mudah tanpa bersusah payah? Namun, bagaimana jika teknologi ternyata merupakan suatu bentuk penyebab “kemalasan” manusia? Atau yang lebih ekstrem, teknologi diartikan sebagai “pelemahan” terhadap segala lini kehidupan manusia, termasuk intelektualitas. Dalam artian, kemudahan teknologi, membuat manu

Rekor Pengamatan Hilal Terbaik untuk Revolusi Rukyatul Hilal

Rekor Pengamatan Hilal Terbaik untuk Revolusi Rukyatul Hilal Ilustrasi. Sumber gambar:  https://web.facebook.com/observatorium.bosscha/posts/lembang-1-september-2016-pada-pukul-0801-wib-pagi-hari-tadi-observatorium-bossch/1079902765391761/?_rdc=1&_rdr by Warstek Media / 04 Agustus 2019 Ditulis Oleh Mohamad Fikri Aulya Nor Tim Peneliti Hilal dari Observatorium Bosscha membuat kekaguman berbagai pihak saat mempresentasikan hasil penelitiannya pada acara Sarasehan Pengamatan Hilal Rajab 1440 H dan Sosialisasi “Dark Sky Preservation” pada hari Kamis, 7 Maret 2019. Setelah melakukan penelitian pengamatan hilal dari tahun 2012, mereka akhirnya menorehkan catatan rekor hebat. Mereka berhasil menjadi orang kedua di dunia yang berhasil mengamati Bulan saat “berusia” nol jam atau tepat saat fase awal atau bulan baru. Mereka menangkap citra tersebut dari dua tempat, yakni Observatorium Bosscha, Lembang, Jawa Barat dan Kupang, Nusa Tenggara Timur. Dari hasil citra yang didapatka