Langsung ke konten utama

Bintang Tsuroyya dan Berakhirnya Wabah Corona


Bintang Tsuroyya dan Berakhirnya Wabah Corona


Mohamad Fikri Aulya Nor, Astronomi ITB

Wabah virus Covid-19 atau Corona membuat banyak orang di seluruh dunia kesulitan sehingga mereka ingin segera tahu kapan hal ini bisa berakhir. Banyak orang mencoba membuat prediksi, dari permodelan matematis oleh para ilmuwan sampai tafsir berdasarkan teks agama. Sebenarnya bukan masalah orang-orang mempercayai prediksi yang mana. Yang menjadi masalah adalah mengaitkan antara kepercayaan dan ilmu pengetahuan, baik itu pengetahuan agama maupun pengetahuan alam, dengan cara yang keliru. Jika hal ini terus dibiarkan, efeknya bukan hanya kegagalan dalam mengantisipasi Corona, melainkan juga rusaknya cara berpikir masyarakat yang tidak dapat memisahkan kepercayaan, yang bersifat ambigu dan subjektif, dari ilmu, yang bersifat metodologis dan objektif.

Contohnya adalah prediksi berakhirnya wabah Corona yang akhir-akhir ini banyak muncul berdasarkan beberapa hadits Nabi Muhammad SAW. Banyak versi riwayat hadits yang berkaitan, tetapi kurang lebih intinya sama dengan hadits berikut.

Dalam Itsaratul Fawa’id 181, redaksinya adalah
 إِذَا طَلَعَ النَّجْمُ رُفِعَتِ الْعَاهَةُ عَنْ كُلِّ بَلَدٍ 
“Apabila terbit bintang, (pasti) diangkatlah penyakit dari setiap negeri.”
Sedangkan dalam musnad Imam Abu Hanifah menurut riwayat Abu Nuaem 1/137 redaksinya,
 إِذَا طَلَعَتِ الثُّرَيَّا غُدْوَةً ارْتَفَعَتِ الْعَاهَةُ عَنْ كُلِّ بَلَدٍ 
“Apabila terbit bintang Tsurayya, (pasti) terangkatlah penyakit dari setiap negeri.” Jadi, dalam hal ini, bintang yang dimaksud, النَّجْمُ, adalah الثُّرَيَّا, atau bintang Tsuroyya.

Bintang Tsuroyya yang dimaksud sebenarnya adalah sebutan untuk gugus bintang yang kita kenal sebagai gugus M45, Pleiades, atau Lintang Kartika. Gugus ini juga dikenal sebagai “Bintang Tujuh” karena kenampakan tujuh bintang paling terang yang bisa kita amati, yakni Alcyone, Atlas, Electra, Maia, Merope, Taygeta, dan Pleione. Meskipun begitu, gugus ini sebenarnya mengandung lebih dari seribu bintang yang cahayanya lebih redup. Jarak gugus ini adalah sekitar 135 parsec atau 4000 triliun kilometer. Sebagai perbandingan, jarak bumi ke matahari rata-rata adalah 150 juta kilometer.

Jika ingin mencarinya di langit, bintang ini terletak di langit belahan utara, rasi Taurus. Jika ingin melihat terbitnya Bintang Tsuroyya saat malam (sebelum subuh sampai setelah isya), bintang ini dapat diamati mulai tanggal 9 Juni sampai 2 November 2020.

Pertama-tama, apakah hadits ini berhubungan dengan wabah, khususnya wabah Corona? Banyak yang sudah membahasnya. Di satu sisi, terdapat ulama yang menafsirkan bahwa hadits tersebut menerangkan tentang berakhirnya wabah secara umum, termasuk Corona. Ada yang berpendapat bahwa hal tersebut diperoleh dari ilmu falak dan ilmu hikmat (as-Sirrul Jalil), sehingga wabah ini akan mulai diangkat oleh Allah SWT mulai pertengahan bulan Juni 2020 waktu Shubuh di Buruj Sarathan (rasi Cancer). Ada pula yang menukil pendapat Imam Ibnu al-Malaqqin bahwa bintang Tsuroyya muncul pada awal Mei sehingga diharapkan wabah berakhir akhir bulan itu juga.

Di sisi lain, terdapat pendapat yang menentang hal tersebut. Pertama, dari sisi kualitas hadits, hadits-hadits yang redaksinya mirip tidak ada yang shahih karena melalui perawi yang dhaif (lemah). Kedua, dari isi haditsnya, kata yang diartikan sebagai wabah adalah الْعَاهَةُ . Padahal, dalam hadits-hadits lain, yang digunakan untuk wabah yang berbahaya dan menular adalah kata الوباء dan الطاعون . Kata الْعَاهَةُ  berarti penyakit secara umum, baik menular maupun tidak, baik yang menjangkiti tanaman, hewan, maupun manusia. Ketiga, secara historis hadits ini digunakan untuk menjelaskan jual-beli buah-buahan ketika wabah tanaman menyerang pada abad ketujuh Masehi.

Ketika itu, Rasulullah SAW meminta agar penjualan buah-buahan dilarang sampai hilang wabah tanaman-tanaman yang biasanya berakhir ketika musim panas. Musim panas dan permulaan matangnya buah-buahan biasanya ditandai dengan terbitnya bintang Tsuroyya, sehingga beliau menyebutkannya dalam hadits. Bukan berarti bintang Tsuroyya menyebabkan bumi menjadi panas dan buah menjadi matang, apalagi menghilangkan penyakit. Ini hanyalah pertanda waktu saja, seperti orang Jawa yang memulai bercocok tanam ketika terbit rasi Gubug Penceng atau rasi Orion. Hampir di semua peradaban, orang-orang zaman dahulu biasa menggunakan benda langit sebagai penanda waktu.

Kedua, apakah bintang Tsuroyya mempunyai pengaruh langsung mengenai kehidupan di Bumi? Ditinjau dari interaksi fisiknya, interaksi gravitasi Bumi dan Bintang Tsuroyya berbanding lurus dengan satu per kuadrat dari jaraknya (inverse square law). Gravitasi disebabkan oleh dua aspek, yaitu massa dan jarak. Walaupun massa gugus bintang Tsuroyya mencapai 800 kali massa Matahari, pengaruh kuadrat dari jaraknya dari Bumi yang mencapai 4000 triliun kilometer jelas tidak akan terimbangi. Efek (gaya) yang dihasilkan kira-kira sama dengan dua puluh lima kali dari efek seekor semut yang jatuh dari meja.

Dilihat dari cahaya atau gelombang elektromagnetik yang dipancarkan, bintang Tsuroyya mempunyai magnitudo 1,6. Magnitudo adalah satuan yang menunjukkan tingkat kecerlangan bintang dengan skala logaritmik. Semakin kecil nilainya, semakin terang. Magnitudo matahari adalah -26,74. Artinya perbandingan kecerlangan antara matahari dan bintang ini adalah 200 milyar kali. Tentu saja tidak ada efek berarti yang diakibatkan secara langsung oleh kedua interaksi fisik yang telah disebutkan dengan kehidupan di Bumi, apalagi melakukan sesuatu terhadap virus.

Bahkan interaksi secara langsung tidak mungkin. Hal ini karena zat fisik hanya dapat berinteraksi dengan kecepatan paling cepat adalah kecepatan cahaya. Artinya, semakin jauh jarak antar benda-benda yang berinteraksi, semakin lama waktu yang dibutuhkan agar hal tersebut terjadi. Melihat jauhnya jarak bintang Tsuroyya, yakni 4000 triliun kilometer atau 440 tahun cahaya, maka kalau pun bintang-bintang di sana saat ini meledak, menghasilkan berbagai radiasi dan partikel berbahaya yang mengancam Bumi, kita baru terkena efeknya paling tidak 440 tahun mendatang.

Bahkan beberapa ulama yang mengatakan berakhirnya wabah Corona setelah terbitnya bintang ini pun setuju bahwa mereka tidak mempunyai ta’tsir atau pengaruh. Hal ini karena hakikat yang mempunyai pengaruh adalah Sang Muatstsir, yakni Allah SWT.

Jadi, kita memang boleh-boleh saja meyakini prediksi tersebut benar. Membangun optimisme di tengah krisis ini memang sangat dibutuhkan. Apalagi, tanpa mengurangi kehormatan ulama, prediksi tersebut berasal dari beliau-beliau. Tetapi, secara ilmu pengetahuan, kita wajib menyangkal hubungan antara Bintang Tsuroyya dan wabah Corona. Baik itu secara ilmu hadits maupun fisika. Benar-benar menjadi kebiasaan buruk jika kepercayaan dan ilmu pengetahuan dibiarkan tercampur aduk secara tidak benar.

Dipublikasikan 20 Mei 2020 di 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Big Bang, Penciptaan, dan Kemenangan Tuhan

Big Bang, Penciptaan, dan Kemenangan Tuhan Mohamad Fikri Aulya Nor, Astronomi ITB Tahukah kalian apa itu Big Bang ? Big Bang adalah teori awal alam semesta yang menyatakan bahwa alam semesta ini bermula dari suatu titik yang tak hingga kecilnya, kemudian mengembang menjadi sebesar ini. Sejarah munculnya teori ini mengandung kisah dramatis tentang pencarian jawaban atas pertanyaan filosofis mengenai alam semesta, konflik laten bagi kaum agamawan, yang diakhiri dengan kemenangan Tuhan. Kita awali kisah ini dengan sebuah kesalahan persepsi yang populer. Banyak orang menyebut Big Bang sebagai “ledakan besar” dalam arti yang sebenarnya. Padahal nama “Big Bang” hanyalah ledekan dari Fred Hoyle, ilmuwan yang mendukung teori pesaing Big Bang, yakni teori Steady State  atau Keadaan Tunak. Dahulu para ahli kosmologi berdebat panjang mengenai alam semesta. Salah satunya, apakah alam semesta ini mempunyai awal atau sejak dulu memang seperti ini alias abadi? Hal ini memicu lahi

Smart Tech, Dumb People

Smart Tech, Dumb People Ilustrasi Singularitas Teknologi. Sumber gambar: https://s27389.pcdn.co/wp-content/uploads/singularity-1000x440.jpg Oleh: Fikri Aulyanor 15 Januari 2019 Sebenarnya, alasan manusia menciptakan teknologi adalah untuk membuat segala pekerjaannya menjadi cepat, efektif, dan efisien. Setelah muncul otomasi dan Internet, dan sekarang ditambah AI (Artificial Intelligence), produktivitas manusia sangat meningkat pesat dengan effort yang sangat minimal. Jelas, kehidupan manusia sangat jauh lebih mudah dibandingkan sebelumnya. Maka dari itu, jika kita mendengar kata “teknologi”, otak kita selalu menganggapnya “baik“. Bagaimana tidak, siapa yang tidak ingin hidup mudah tanpa bersusah payah? Namun, bagaimana jika teknologi ternyata merupakan suatu bentuk penyebab “kemalasan” manusia? Atau yang lebih ekstrem, teknologi diartikan sebagai “pelemahan” terhadap segala lini kehidupan manusia, termasuk intelektualitas. Dalam artian, kemudahan teknologi, membuat manu

Rekor Pengamatan Hilal Terbaik untuk Revolusi Rukyatul Hilal

Rekor Pengamatan Hilal Terbaik untuk Revolusi Rukyatul Hilal Ilustrasi. Sumber gambar:  https://web.facebook.com/observatorium.bosscha/posts/lembang-1-september-2016-pada-pukul-0801-wib-pagi-hari-tadi-observatorium-bossch/1079902765391761/?_rdc=1&_rdr by Warstek Media / 04 Agustus 2019 Ditulis Oleh Mohamad Fikri Aulya Nor Tim Peneliti Hilal dari Observatorium Bosscha membuat kekaguman berbagai pihak saat mempresentasikan hasil penelitiannya pada acara Sarasehan Pengamatan Hilal Rajab 1440 H dan Sosialisasi “Dark Sky Preservation” pada hari Kamis, 7 Maret 2019. Setelah melakukan penelitian pengamatan hilal dari tahun 2012, mereka akhirnya menorehkan catatan rekor hebat. Mereka berhasil menjadi orang kedua di dunia yang berhasil mengamati Bulan saat “berusia” nol jam atau tepat saat fase awal atau bulan baru. Mereka menangkap citra tersebut dari dua tempat, yakni Observatorium Bosscha, Lembang, Jawa Barat dan Kupang, Nusa Tenggara Timur. Dari hasil citra yang didapatka