Langsung ke konten utama

Budaya Jahiliyah An-Nasi’ Ditinjau dari Segi Astronomis

Budaya Jahiliyah An-Nasi’ Ditinjau dari Segi Astronomis

Mohamad Fikri Aulya Nor, Astronomi ITB

Kita tengah memasuki tiga bulan haram yang berturut-turut. Bulan-bulan haram merupakan bulan yang dimuliakan oleh Allah SWT, salah satunya dengan dilarang adanya peperangan dan perbuatan haram lainnya. Maksudnya, perbuatan haram lebih ditekankan keharamannya di bulan-bulan itu. Bulan-bulan itu adalah Dzulqoidah, Dzulhijjah, dan Muharram yang berturut-turut dan Rajab yang berada di antara Jumadil Akhir dan Sya’ban..

Salah satu cerita yang menarik dari sejarah di bulan haram adalah tentang budaya Jahiliyah orang Arab pra-Islam yang disebut An-Nasi’. An-Nasi’ secara bahasa artinya penundaan. Penundaan yang dimaksud adalah penundaan penyelenggaraan haji dan perayaan dengan memindahkannya di hari yang cocok sesuai musim di tahun itu.

Jadi sebelum Islam datang, sudah ada penyelenggaraan haji dan semacam festival perayaan yang berisi pasar-pasar. Penyelenggaraan haji didasarkan pada sistem kalender Lunar atau Bulan (Qomariah), sehingga tidak sesuai dengan perputaran musim. Perputaran musim bergantung pada sistem kalender Solar atau Matahari (Syamsiah). 

Panjang satu tahun sistem kalender Solar rata-rata adalah sekitar 365 hari, sedangkan untuk sistem kalender Lunar adalah sekitar 354 hari. Perbedaan 11 hari ini menyebabkan awal tahun Lunar, seperti Hijriah, selalu datang lebih cepat 11 hari daripada tahun sebelumnya. Jika berlangsung terus-menerus, bisa dibayangkan jika perayaan haji yang mungkin seharusnya berlangsung di musim gugur, mungkin akan terjadi ketika musim panas. Ketika itu, perekonomian masyarakat sedang sulit sehingga pasar mungkin sepi.

Menurut Al-Biruni dari naskah Al-Atsar Al Baqiyyah min Al-Qurun Al Khaliyyah, dia menjelaskan bahwa orang-orang Arab pada zaman Jahiliyah sudah mengetahui hal tersebut. Oleh karena itulah mereka menambahkan satu bulan yang panjangnya 11 hari (lebih tepatnya, 10 hari 20 jam) pada suatu bulan pada setiap tahun. 

Penambahan inilah yang disebut sebagai penundaan atau An-Nasi’. Praktek ini diorganisir oleh kalamma dari Bani Kinanah. Yang terakhir adalah Abu Thumama.

Penambahan ini menyebabkan sistem kalender Lunar yang dipakai tidak murni, melainkan campuran sistem kalender Lunar dan Solar (Luni-Solar). Dalam istilah astronomi, penambahan tersebut disebut interkalasi. Yang melakukan interkalasi bukan hanya orang Arab Jahiliyah, melainkan juga orang Yahudi dan sebagian Nasrani waktu itu. Orang Yahudi membuat 9 bulan tambahan (selain 12 bulan yang ada) dalam 24 tahun Lunar dan orang Arab Jahiliyah belajar dari mereka.

Namun Rasulullah SAW akhirnya melarang praktik ini ketika melaksanakan Haji Wada’. Ketika itu, turun surat At-Taubah ayat 37 yang artinya, 

Sesungguhnya pengunduran (bulan haram) itu hanya menambah kekafiran. Orang-orang kafir disesatkan dengan (pengunduran) itu, mereka menghalalkannya suatu tahun dan mengharamkannya pada suatu tahun yang lain, agar mereka dapat menyesuaikan dengan bilangan yang diharamkan Allah, sekaligus mereka menghalalkan apa yang diharamkan Allah. (Oleh setan) dijadikan terasa indah bagi mereka perbuatan-perbuatan buruk mereka. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang kafir.”

Dalam ayat sebelumnya, Allah menyebutkan bahwa bilangan bulan di sisi Allah adalah dua belas adanya. Masudnya, baik sistem kalender Solar, maupun Lunar. Tidak ada satu bangsa pun yang berbeda mengenai hal ini, kecuali hampir tidak ada. Yang menerapkan sistem kalender Luni-Solar, sehingga satu tahun bisa terdapat 12 bulan atau 13 bulan, pun bulan utamanya berjumlah dua belas. Selain masalah itu, orang Arab Jahiliyah juga menetapkan bulan tambahan itu sesuai kebijakan kalamma. Hal ini yang menyebabkan rawan tercampur kepentingan hawa nafsu.

Dengan adanya pelarangan ini, sistem kalender yang digunakan pun kembali lagi ke posisi semula, yakni pada Dzulhijjah sebelum adanya praktik An-Nasi’. Namun nama-nama bulan, seperti Rabi’ yang berarti musim semi (walaupun maksudnya adalah musim gugur), Ramadhan atau panas yang sangat, dan Jumada yang artinya beku, menjadi tidak relevan lagi. Sistem kalender Lunar dan Solar yang digunakan muslim pada zaman sekarang pun sudah independen.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Big Bang, Penciptaan, dan Kemenangan Tuhan

Big Bang, Penciptaan, dan Kemenangan Tuhan Mohamad Fikri Aulya Nor, Astronomi ITB Tahukah kalian apa itu Big Bang ? Big Bang adalah teori awal alam semesta yang menyatakan bahwa alam semesta ini bermula dari suatu titik yang tak hingga kecilnya, kemudian mengembang menjadi sebesar ini. Sejarah munculnya teori ini mengandung kisah dramatis tentang pencarian jawaban atas pertanyaan filosofis mengenai alam semesta, konflik laten bagi kaum agamawan, yang diakhiri dengan kemenangan Tuhan. Kita awali kisah ini dengan sebuah kesalahan persepsi yang populer. Banyak orang menyebut Big Bang sebagai “ledakan besar” dalam arti yang sebenarnya. Padahal nama “Big Bang” hanyalah ledekan dari Fred Hoyle, ilmuwan yang mendukung teori pesaing Big Bang, yakni teori Steady State  atau Keadaan Tunak. Dahulu para ahli kosmologi berdebat panjang mengenai alam semesta. Salah satunya, apakah alam semesta ini mempunyai awal atau sejak dulu memang seperti ini alias abadi? Hal ini memicu lahi

Smart Tech, Dumb People

Smart Tech, Dumb People Ilustrasi Singularitas Teknologi. Sumber gambar: https://s27389.pcdn.co/wp-content/uploads/singularity-1000x440.jpg Oleh: Fikri Aulyanor 15 Januari 2019 Sebenarnya, alasan manusia menciptakan teknologi adalah untuk membuat segala pekerjaannya menjadi cepat, efektif, dan efisien. Setelah muncul otomasi dan Internet, dan sekarang ditambah AI (Artificial Intelligence), produktivitas manusia sangat meningkat pesat dengan effort yang sangat minimal. Jelas, kehidupan manusia sangat jauh lebih mudah dibandingkan sebelumnya. Maka dari itu, jika kita mendengar kata “teknologi”, otak kita selalu menganggapnya “baik“. Bagaimana tidak, siapa yang tidak ingin hidup mudah tanpa bersusah payah? Namun, bagaimana jika teknologi ternyata merupakan suatu bentuk penyebab “kemalasan” manusia? Atau yang lebih ekstrem, teknologi diartikan sebagai “pelemahan” terhadap segala lini kehidupan manusia, termasuk intelektualitas. Dalam artian, kemudahan teknologi, membuat manu

Rekor Pengamatan Hilal Terbaik untuk Revolusi Rukyatul Hilal

Rekor Pengamatan Hilal Terbaik untuk Revolusi Rukyatul Hilal Ilustrasi. Sumber gambar:  https://web.facebook.com/observatorium.bosscha/posts/lembang-1-september-2016-pada-pukul-0801-wib-pagi-hari-tadi-observatorium-bossch/1079902765391761/?_rdc=1&_rdr by Warstek Media / 04 Agustus 2019 Ditulis Oleh Mohamad Fikri Aulya Nor Tim Peneliti Hilal dari Observatorium Bosscha membuat kekaguman berbagai pihak saat mempresentasikan hasil penelitiannya pada acara Sarasehan Pengamatan Hilal Rajab 1440 H dan Sosialisasi “Dark Sky Preservation” pada hari Kamis, 7 Maret 2019. Setelah melakukan penelitian pengamatan hilal dari tahun 2012, mereka akhirnya menorehkan catatan rekor hebat. Mereka berhasil menjadi orang kedua di dunia yang berhasil mengamati Bulan saat “berusia” nol jam atau tepat saat fase awal atau bulan baru. Mereka menangkap citra tersebut dari dua tempat, yakni Observatorium Bosscha, Lembang, Jawa Barat dan Kupang, Nusa Tenggara Timur. Dari hasil citra yang didapatka