Langsung ke konten utama

“Bulan Mini”, Satelit Alami Sekunder Bumi

“Bulan Mini”, Satelit Alami Sekunder Bumi



Apa jadinya kalau Bumi kita mempunyai dua bulan? Sepertinya keren untuk difoto, tapi pasti akan mengubah banyak fenomena di Bumi. Mulai dari pasang surut air laut sampai kalender lunar (termasuk Hijriah), semuanya akan berbeda dengan sebelumnya.

Nyatanya, pada awal 2020, astronom menemukan asteroid yang sempat menjadi satelit kedua Bumi, lho! Asteroid yang bernama 2020 CD3 ini ditemukan oleh astronom  T. A. Pruyne, K. W. Wierzchos, dan D. Rankin pada 15 Februari 2020 di Observatorium Mount Lemmon. Lalu, kenapa sekarang kita tidak melihat “bulan” baru itu di langit? Karena ukurannya sangat kecil, hanya berkisar 1 m, dan mempunyai magnitudo absolut sekitar 31,9. Pada saat ditemukan, magnitudo tampanya adalah sekitar 20. Padahal, bintang teredup yang bisa dilihat oleh mata adalah magnitudo sekitar 6 (semakin besar nilai magnitudo, semakin redup). Selain itu, tidak ada pengaruh berarti bagi kehidupan di Bumi karena gangguannya pasti sangat kecil. Oleh karena itu, bulan ini sering disebut sebagai minimoon atau “bulan mini”.


Bulan ini sempat mengelilingi Bumi selama sekitar 4 tahun, sebelum akhirnya terhempas dari daerah pengaruh gravitasi Bumi. Jarak terdekatnya dengan Bumi mencapai 0,12 kali jarak Bumi-Bulan, sedangkan jarak terjauhnya hampir 6 kali jarak Bumi-Bulan sehingga orbit benda ini sangat lonjong. Menariknya, bulan mini ini sempat menjadi moonmoon atau submoon karena mengorbit Bulan selama beberapa jam atau hari dalam periode tersebut. Meskipun begitu, terdapat prediksi bahwa objek ini kelak akan kembali tertangkap oleh Bumi di masa depan. 


Selama mengarungi Tata Surya, objek ini tidak akan pergi terlalu jauh dari orbit Bumi. Hal ini disebabkan objek ini tergolong ke dalam kelompok asteroid Arjuna. Kelompok ini mengandung asteroid dengan orbit yang sangat mirip Bumi. Mereka mempunyai setengah sumbu panjang orbit mendekati 1 sa (satuan astronomi, setara dengan 1 setengah sumbu panjang orbit Bumi), kemiringan bidang orbit atau inklinasi kecil, dan bentuk orbit yang sangat lingkaran (eksentrisitasnya mendekati nol). Selain itu, asteroid-asteroid dalam kelompok ini juga terjebak dalam resonansi 1:1 dengan Bumi. Akibatnya, mereka terkadang menjadi objek koorbital dengan Bumi, seperti menjadi kuasi-satelit.


Jika ternyata objek 2020 CD3 mempunyai kelompok, apakah berarti fenomena satelit mungil ini umum terjadi? Menurut Fedorets dkk. (2017), setidaknya selalu ada sebuah asteroid berukuran sekitar 80 cm yang menjadi bulan mini setiap saat. Penangkapan objek yang berukuran lebih besar juga terjadi dengan periode-periode waktu tertentu. Menurut Granvik dkk. (2012), 0,1% dari semua meteor yang jatuh ke Bumi sebelumnya merupakan bulan mini. Peristiwa bulan mini sebenarnya umum terjadi.


Namun, pengamatan objek yang sejauh ini dapat dikonfirmasi baru hanya ada sedikit, seperti 2006 RH120 dan 2020 CD3. Objek 2006 RH120 ditemukan pada 14 September 2006 oleh E. J. Christensen dan A. R. Gibbs. dari program Catalina Sky Survey. Objek ini menjadi satelit alami Bumi selama kurang lebih satu tahun menurut Kwiatkowsky dkk. (2009). Objek ini berukuran lebih besar, yakni sekitar 3 m.

Sebenarnya ada banyak objek lain yang diyakini oleh sebagian ilmuwan pernah menjadi bulan mini Bumi. Contohnya adalah 1991 VG yang diklaim oleh Tancredi (1997) sebagai satelit alami kedua Bumi. Saat papasan dekat, objek ini pernah mencapai jarak 1,2 kali jarak Bumi-Bulan dan setidaknya pernah mengelilingi Bumi satu kali. Meskipun tidak termasuk ke dalam kelompok Arjuna, objek ini mempunyai orbit yang sangat mirip Bumi. Sumbernya diprediksi berasal dari batuan ejekta Bulan atau kelompok Amor atau Apollo yang berinklinasi rendah (Brasser dan Wiegert, 2001).


Selain itu, ada pula bulan mini yang pertama kali tercatat dalam sejarah, tetapi hancur setelah menjadi meteor. Pada tahun 1913, terdapat meteor besar yang melintas di langit Amerika Utara. Pada tahun 1916, astronom Amerika, Denning W.F., menyatakan bahwa sebelum melintas terlalu dekat dengan atmosfer Bumi dan menjadi meteor, objek ini sempat menjadi satelit sementara yang mengelilingi Bumi.


Namun, banyak juga objek yang diyakini sebagai bulan mini, tetapi justru berasal dari objek artifisial. Yang terbaru adalah 2020 SO yang ditemukan pada September 2020. Ternyata, objek tersebut merupakan bekas roket booster Surveyor 2 Centaur yang diluncurkan pada tahun 1966. Akibatnya, lembaga astronomi internasional, International Astronomical Union (IAU), melalui Minor Planet Electronic Circular, menghapus objek tersebut dari daftar benda kecil Tata Surya (minor planet). Selain itu, ada juga objek 2015 HP166,  WT1190F, XC83E0D, dan YX205B9 yang ditengarai merupakan bulan mini artifisial. Objek 2020 CD3 juga sebenarnya pernah dispekulasi merupakan benda artifisial. Namun, hasil spektroskopi menunjukkan bahwa kandungan kimianya mirip asteroid tipe-V dan batuan Bulan, sehingga dapat dipastikan bahwa objek tersebut bukan merupakan benda artifisial.


Yang banyak disalahpahami banyak orang adalah penemuan objek yang menjadi kuasi-satelit. Bahasan mengenai kuasi-satelit akan terlalu panjang jika diuraikan di sini, tetapi intinya, kuasi-satelit bukanlah satelit Bumi karena mereka tidak mengelilingi Bumi, tetapi Matahari. Namun, karena resonansi gerak rerata, objek ini bergerak seolah-olah mengelilingi Bumi. Contohnya adalah 3753 Cruithne dan 469219 Kamoʻoalewa. Selain kuasi-satelit, resonansi gerak rerata juga menyebabkan objek mempunyai orbit tapal kuda dan orbit lainnya. Contohnya adalah 54509 YORP dan (419624) 2010 SO16.


Ternyata, bulan mini ini merupakan fenomena yang umum, tetapi sulit untuk ditemukan. Meskipun tidak banyak berpengaruh terhadap kehidupan di Bumi, bulan mini merupakan fenomena yang menarik untuk dipelajari, khususnya kaitannya dengan bulan mini yang bisa menjadi meteor dan mengancam Bumi.


Sumber:

Brasser, R. and Wiegert, P. 2008. Asteroids on Earth-like Orbits and Their Origin. Monthly Notices of the Royal Astronomical Society. 386. hlm. 2031-2038.

de la Fuente Marcos, C. dan de la Fuente, R. 2020. On the Orbital Evolution of Meteoroid 2020 CD3, a Temporarily Captured Orbiter of the Earth–Moon System. Monthly Notices of the Royal Astronomical Society. 494. 1. hlm. 1089-1094.

Denning, W.F. 1916. The Remarkable Meteors of February 9, 1913. Nature. 97. 2426. hlm. 181.

Fedorets, Grigori dkk. 2017. Orbit and Size Distributions for Asteroids Temporarily Captured by The Earth-Moon System. Icarus. 285. hlm. 83-94.

Granvik dkk. 2012. The Population of Natural Earth Satellites. Icarus. 218. 1. hlm. 262-277

Kollmeier, J.A. dan Raymond, S.N. 2018. Can Moons Have Moons?. Monthly Notices of the Royal Astronomical Society: Letters. 483. 1. hlm. L80-L84.

Kwiatkowski, T. dkk. 2009. Photometry of 2006 RH120: An Asteroid Temporary Captured into a Geocentric Orbit. A&A. 495. 3. hlm. 967-974.

Tancredi, G. 1997. An Asteroid in a Earth-like Orbit. Celestial Mechanics and

Dynamical Astronomy. 69. hlm. 119-132.

https://en.wikipedia.org/wiki/Claimed_moons_of_Earth#Temporary_satellites 

https://minorplanetcenter.net/mpec/K21/K21D62.html 

https://minorplanetcenter.net/mpec/K20/K20DA4.html 

https://lweb.cfa.harvard.edu/~gwilliams/DASO/000000/DASO_000068.txt 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Big Bang, Penciptaan, dan Kemenangan Tuhan

Big Bang, Penciptaan, dan Kemenangan Tuhan Mohamad Fikri Aulya Nor, Astronomi ITB Tahukah kalian apa itu Big Bang ? Big Bang adalah teori awal alam semesta yang menyatakan bahwa alam semesta ini bermula dari suatu titik yang tak hingga kecilnya, kemudian mengembang menjadi sebesar ini. Sejarah munculnya teori ini mengandung kisah dramatis tentang pencarian jawaban atas pertanyaan filosofis mengenai alam semesta, konflik laten bagi kaum agamawan, yang diakhiri dengan kemenangan Tuhan. Kita awali kisah ini dengan sebuah kesalahan persepsi yang populer. Banyak orang menyebut Big Bang sebagai “ledakan besar” dalam arti yang sebenarnya. Padahal nama “Big Bang” hanyalah ledekan dari Fred Hoyle, ilmuwan yang mendukung teori pesaing Big Bang, yakni teori Steady State  atau Keadaan Tunak. Dahulu para ahli kosmologi berdebat panjang mengenai alam semesta. Salah satunya, apakah alam semesta ini mempunyai awal atau sejak dulu memang seperti ini alias abadi? Hal ini memicu lahi

Smart Tech, Dumb People

Smart Tech, Dumb People Ilustrasi Singularitas Teknologi. Sumber gambar: https://s27389.pcdn.co/wp-content/uploads/singularity-1000x440.jpg Oleh: Fikri Aulyanor 15 Januari 2019 Sebenarnya, alasan manusia menciptakan teknologi adalah untuk membuat segala pekerjaannya menjadi cepat, efektif, dan efisien. Setelah muncul otomasi dan Internet, dan sekarang ditambah AI (Artificial Intelligence), produktivitas manusia sangat meningkat pesat dengan effort yang sangat minimal. Jelas, kehidupan manusia sangat jauh lebih mudah dibandingkan sebelumnya. Maka dari itu, jika kita mendengar kata “teknologi”, otak kita selalu menganggapnya “baik“. Bagaimana tidak, siapa yang tidak ingin hidup mudah tanpa bersusah payah? Namun, bagaimana jika teknologi ternyata merupakan suatu bentuk penyebab “kemalasan” manusia? Atau yang lebih ekstrem, teknologi diartikan sebagai “pelemahan” terhadap segala lini kehidupan manusia, termasuk intelektualitas. Dalam artian, kemudahan teknologi, membuat manu

Rekor Pengamatan Hilal Terbaik untuk Revolusi Rukyatul Hilal

Rekor Pengamatan Hilal Terbaik untuk Revolusi Rukyatul Hilal Ilustrasi. Sumber gambar:  https://web.facebook.com/observatorium.bosscha/posts/lembang-1-september-2016-pada-pukul-0801-wib-pagi-hari-tadi-observatorium-bossch/1079902765391761/?_rdc=1&_rdr by Warstek Media / 04 Agustus 2019 Ditulis Oleh Mohamad Fikri Aulya Nor Tim Peneliti Hilal dari Observatorium Bosscha membuat kekaguman berbagai pihak saat mempresentasikan hasil penelitiannya pada acara Sarasehan Pengamatan Hilal Rajab 1440 H dan Sosialisasi “Dark Sky Preservation” pada hari Kamis, 7 Maret 2019. Setelah melakukan penelitian pengamatan hilal dari tahun 2012, mereka akhirnya menorehkan catatan rekor hebat. Mereka berhasil menjadi orang kedua di dunia yang berhasil mengamati Bulan saat “berusia” nol jam atau tepat saat fase awal atau bulan baru. Mereka menangkap citra tersebut dari dua tempat, yakni Observatorium Bosscha, Lembang, Jawa Barat dan Kupang, Nusa Tenggara Timur. Dari hasil citra yang didapatka