Langsung ke konten utama

Arti dan Asal Nama 12 Bulan Hijriah yang Perlu Kamu Tahu [Bagian 1]

Arti dan Asal Nama 12 Bulan Hijriah yang Perlu Kamu Tahu [Bagian 1]


Mohamad Fikri Aulya Nor, Astronomi ITB




Sudah hafal nama-nama bulan Hijriah? Tentu sebagai muslim, kita harus tahu, dong! Allah menetapkan bahwa bilangan bulan terdapat 12, sesuai QS at-Taubah (9) ayat 36. Setidaknya, kita perlu tahu nama ke-12 bulan Hijriah yang digunakan umat Islam beserta urutannya, yaitu Muharam, Safar, Rabiulawal, Rabiulakhir, Jumadilawal, Jumadilakhir, Rajab, Syakban, Ramadan, Syawal, Zulkaidah, dan Zulhijah. Untuk panjang harinya, kita boleh untuk tidak terlalu pusing memikirkannya karena ada perbedaan antara kalender ‘urfi dan kalender hakiki. 


Tapi, tahukah kalian mengenai arti nama-nama bulan itu? Jika bulan-bulan Masehi yang kita kenal menggunakan nama-nama dewa dan kaisar Romawi, tentu saja berbeda bulan-bulan Hijriah. Berikut ulasannya.


1. Muharam

Arti kata Muharam (ٱلْمُحَرَّم) adalah yang diharamkan. Biasanya disebut juga sebagai Syahrullah al-Haram karena merupakan bulan haram pertama dalam Islam. Bulan haram adalah bulan di mana peperangan dilarang terjadi dan berlaku sejak sebelum Nabi Muhammad SAW diutus. Selain itu di bulan ini, umat Islam dianjurkan untuk mempersiapkan amal ibadahnya dan berusaha sekuat mungkin menghindari dosa karena ganjarannya besar. Terdapat empat bulan haram, yaitu Zulkaidah, Zulhijah, Muharam, dan Rajab.


2. Safar

Arti kata Safar (صَفَر) adalah sepi atau kosong. Hal ini karena di bulan ini, orang-orang Arab biasanya pergi berperang sehingga rumah mereka sepi. Versi lain mengatakan bahwa orang Arab meninggalkan musuh-musuhnya dalam keadaan kosong, tanpa memiliki harta. Ada juga yang mengatakan bahwa nama ini diambil dari nama sebuah negeri yang diserang oleh orang Arab, yaitu Shafariyah. 


Adanya peperangan ini membuat masyarakat pra-Islam menganggap bulan Safar sebagai bulan sial karena perang yang sudah berhenti selama tiga bulan haram sebelumnya (Zulkaidah, Zulhijah, dan Muharam), mungkin terjadi lagi di bulan ini. Bahkan mungkin zaman sekarang, keyakinan bulan ini sebagai bulan sial masih ada. Hal ini bisa dilihat dari ritual tolak bala yang dilaksanakan sebagian umat Islam di hari Rabu terakhir bulan ini.


3. Rabiulawal dan Rabiulakhir

Arti kata Rabi (رَبِيع) adalah musim semi. Sebenarnya maksudnya adalah merujuk pada musim gugur, menurut pengertian kita di zaman sekarang. 


Jadi sebelumnya, masyarakat pra-Islam masih menggunakan interkalasi sehingga antara kalender Lunar (Bulan) dan kalender Solar (Matahari) tersinkronisasi. Artinya, datangnya empat musim subtropis seperti di Jazirah Arab sesuai dengan masuknya bulan-bulan Qomariah tertentu. Jadi setiap musim gugur, datangnya kira-kira ketika masuk bulan Rabi ini. 


Tetapi, Islam datang dan akhirnya menghapus sistem interkalasi ini. Hal ini karena dalam sistem ini, jumlah bulan dalam setahun malah menjadi 13 bulan, yaitu 12 bulan yang kita bicarakan sekarang ditambah satu bulan tambahan yang panjangnya sekitar 10-11 hari. Karena itu pula, sistem kalender Lunar dan kalender Solar kembali berjalan sendiri-sendiri.


Bulan-bulan ini begitu spesial, terutama Rabiulawal, karena pada bulan ini, teladan kita semua, Nabi Muhammad SAW lahir dan wafat.


4. Jumadilawal dan Jumadilakhir

Arti kata Jumada (جُمَادَىٰ) adalah kering atau beku. Mengingat pembahasan sebelumnya, berarti hal ini merujuk pada bulan musim dingin. Pada zaman dahulu, di bulan-bulan ini, air dan salju membeku.


Awalnya orang Arab kuno menyebut kedua bulan ini sebagai Jumada Khamsah (lima) dan Jumada Sittah (enam), sesuai letak urutan bulan ini. Dalam tahun Syamsiah Arab, kedua bulan ini kira-kira jatuh pada pertengahan bulan Kanun al-Awwal (Desember) sampai bulan Syubath (Februari).


Selanjutnya akan dibahas di bagian berikutnya.


Referensi:

Al-Harafi, Salamah Muhammad. 2016. Buku Pintar Sejarah & Peradaban Islam. ___: Pustaka Al-Kautsar.


Telah dipublikasikan di Harakah.ID

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Big Bang, Penciptaan, dan Kemenangan Tuhan

Big Bang, Penciptaan, dan Kemenangan Tuhan Mohamad Fikri Aulya Nor, Astronomi ITB Tahukah kalian apa itu Big Bang ? Big Bang adalah teori awal alam semesta yang menyatakan bahwa alam semesta ini bermula dari suatu titik yang tak hingga kecilnya, kemudian mengembang menjadi sebesar ini. Sejarah munculnya teori ini mengandung kisah dramatis tentang pencarian jawaban atas pertanyaan filosofis mengenai alam semesta, konflik laten bagi kaum agamawan, yang diakhiri dengan kemenangan Tuhan. Kita awali kisah ini dengan sebuah kesalahan persepsi yang populer. Banyak orang menyebut Big Bang sebagai “ledakan besar” dalam arti yang sebenarnya. Padahal nama “Big Bang” hanyalah ledekan dari Fred Hoyle, ilmuwan yang mendukung teori pesaing Big Bang, yakni teori Steady State  atau Keadaan Tunak. Dahulu para ahli kosmologi berdebat panjang mengenai alam semesta. Salah satunya, apakah alam semesta ini mempunyai awal atau sejak dulu memang seperti ini alias abadi? Hal ini memicu lahi

Smart Tech, Dumb People

Smart Tech, Dumb People Ilustrasi Singularitas Teknologi. Sumber gambar: https://s27389.pcdn.co/wp-content/uploads/singularity-1000x440.jpg Oleh: Fikri Aulyanor 15 Januari 2019 Sebenarnya, alasan manusia menciptakan teknologi adalah untuk membuat segala pekerjaannya menjadi cepat, efektif, dan efisien. Setelah muncul otomasi dan Internet, dan sekarang ditambah AI (Artificial Intelligence), produktivitas manusia sangat meningkat pesat dengan effort yang sangat minimal. Jelas, kehidupan manusia sangat jauh lebih mudah dibandingkan sebelumnya. Maka dari itu, jika kita mendengar kata “teknologi”, otak kita selalu menganggapnya “baik“. Bagaimana tidak, siapa yang tidak ingin hidup mudah tanpa bersusah payah? Namun, bagaimana jika teknologi ternyata merupakan suatu bentuk penyebab “kemalasan” manusia? Atau yang lebih ekstrem, teknologi diartikan sebagai “pelemahan” terhadap segala lini kehidupan manusia, termasuk intelektualitas. Dalam artian, kemudahan teknologi, membuat manu

Rekor Pengamatan Hilal Terbaik untuk Revolusi Rukyatul Hilal

Rekor Pengamatan Hilal Terbaik untuk Revolusi Rukyatul Hilal Ilustrasi. Sumber gambar:  https://web.facebook.com/observatorium.bosscha/posts/lembang-1-september-2016-pada-pukul-0801-wib-pagi-hari-tadi-observatorium-bossch/1079902765391761/?_rdc=1&_rdr by Warstek Media / 04 Agustus 2019 Ditulis Oleh Mohamad Fikri Aulya Nor Tim Peneliti Hilal dari Observatorium Bosscha membuat kekaguman berbagai pihak saat mempresentasikan hasil penelitiannya pada acara Sarasehan Pengamatan Hilal Rajab 1440 H dan Sosialisasi “Dark Sky Preservation” pada hari Kamis, 7 Maret 2019. Setelah melakukan penelitian pengamatan hilal dari tahun 2012, mereka akhirnya menorehkan catatan rekor hebat. Mereka berhasil menjadi orang kedua di dunia yang berhasil mengamati Bulan saat “berusia” nol jam atau tepat saat fase awal atau bulan baru. Mereka menangkap citra tersebut dari dua tempat, yakni Observatorium Bosscha, Lembang, Jawa Barat dan Kupang, Nusa Tenggara Timur. Dari hasil citra yang didapatka