Langsung ke konten utama

‘Oumuamua: Tamu Misterius yang Datang dari Ruang Antarbintang

 ‘Oumuamua: Tamu Misterius yang Datang dari Ruang Antarbintang

Mohamad Fikri Aulya Nor, 10317007


Gambar  1 Ilustrasi 1I/'Oumuamua. Sumber: JPL-NASA


Tahukah kamu mengenai ‘Oumuamua? Dia adalah “tamu kecil” dari daerah langit yang sangat jauh, membawa “pesan” mengejutkan bagi umat manusia. Selain bentuknya yang unik, ternyata dia berasal dari luar sistem keplanetan Matahari. Dia juga merupakan benda yang pertama kali diketahui datang dari sana. Benda ini sangat misterius, sampai-sampai ada yang berpikir bahwa sebenarnya ini adalah pesawat luar angkasa milik alien yang sedang menyelidiki Bumi. Kini, setelah tiga tahun sejak penemuan ‘Oumuamua, apa saja yang sudah diketahui tentang dirinya?


Asteroid atau komet?

‘Oumuamua ditemukan oleh Robert Weryk menggunakan teleskop Pan-STARR di Observatorium Haleakala, Hawai pada tanggal 19 Oktober 2017. Sebelum mendapat nama permanennya, benda ini diberi nama sementara C/2017 U1, nama untuk komet nonperiodik yang dilaporkan di Minor Planet Electronic Circulars (MPEC). Di sana disebutkan bahwa benda ini membutuhkan pengamatan lebih lanjut karena orbitnya yang hiperbolik sehingga berpotensi berasal dari luar Tata Surya. 


Setelah itu, dilakukan pengamatan berikutnya dengan fasilitas di VLT (Very Large Telescope). Dalam susunan citra sangat dalam yang diambil, tidak ditemukan adanya koma yang menjadi ciri dari komet. Karena itu, benda ini dikelompokkan ulang ke dalam kelompok asteroid dan mendapat nama A/2017 U1 (tetap menggunakan sistem penamaan komet). 


Gambar  2 Struktur Komet (Sumber: Astronomy Today, 5th edition)


Semua setuju bahwa benda ini merupakan asteroid, sebelum sekelompok ilmuwan pada Juni 2018 mencetuskan bahwa benda ini sebenarnya adalah komet yang agak aktif. Hal ini diperoleh dari perhitungan yang menunjukkan adanya pengaruh gaya non gravitasional yang sesuai dengan aktivitas komet. Namun pada bulan Oktober di tahun yang sama, ilmuwan lainnya mempertanyakan penggolongannya sebagai komet sehingga menjadikannya sebagai benda “yang tidak jelas”, yakni bukan komet, bukan pula asteroid. Karena benda ini sudah menjauh dan terlalu redup untuk diamati, pertanyaan apakah benda ini asteroid atau komet masih menjadi misteri.


Mengukir sejarah dalam penamaan baru?

Mungkin, tamu yang datang dari jauh ini masih begitu asing sehingga manusia perlu memberi perlakuan istimewa kepadanya. Penemuan A/2017 U1 melahirkan sistem penamaan baru untuk benda antarbintang. Setelah yakin bahwa benda ini tidak terikat oleh Tata Surya, muncul desakan kepada IAU untuk memberikan skema baru terkait penamaan benda tersebut.  


Akhirnya, usul yang diterima adalah skema penamaan sebagai berikut. Penamaan sementara benda antarbintang menggunakan sistem penamaan komet, dengan prefiks “A/” atau “C/”, sedangkan penamaan permanennya menggunakan prefiks “nomor I”. Nama permanen untuk benda A/2017 U1 yang terpilih kemudian adalah 1I/‘Oumuamua. Istilah “’Oumuamua” berasal dari bahasa Hawaii yang berarti “penyelidik atau pembawa pesan dari tempat yang jauh untuk mencapai kita”.


Kini benda “nomor I” sudah bertambah satu dengan ditemukannya komet Borisov pada tahun 2019. Komet ini mempunyai nama resmi 2I/Borisov setelah sebelumnya dinamai dengan C/2019 Q4.


Bagaimana bisa tahu benda ini berasal dari luar Tata Surya?

Tanpa melihat KTP seseorang, kita bisa membedakan warga asing dari warga setempat dengan melihat beberapa karakteristik fisiknya. Begitu pula antara ‘Oumuamua dan benda-benda kecil Tata Surya. Kita perlu melihat karakteristik fisik benda tersebut untuk mengetahui asalnya.


Gambar 3 Bentuk orbit ditentukan oleh eksentrisitasnya. Jika nilainya di antara 0 dan 1, maka bentuknya elips (merah). Semakin nilainya mendekati 0, maka bentuknya semakin mirip lingkaran, sedangkan semakin nilainya mendekati 1, maka bentuknya semakin pepat. Jika nilainya bernilai 1, maka bentuknya parabola (hijau), sedangkan jika nilainya lebih dari itu, maka bentuknya hiperbola (bitu). Perhatikan bahwa parabola dan hiperbola merupakan kurva terbuka yang menandakan suatu benda yang memiliki bentuk orbit tersebut tidak terikat dengan sistem. Sumber gambar: Wikimedia.


Para astronom dapat mengetahui benda ini berasal dari luar Tata Surya, setidaknya dari dua hal: eksentrisitas dan kecepatannya. Ketika diamati, suatu benda kecil yang memiliki eksentrisitas di atas 1 patut dicurigai. Hal ini berarti bahwa benda tersebut tidak terikat dengan Tata Surya karena memiliki orbit hiperbola. Namun, suatu benda kecil yang berpapasan dengan planet-planet eksentrisitasnya dapat berubah sementara menjadi sedikit lebih besar di atas 1. Karena itu, dibutuhkan hasil pengamatan dan perhitungan lebih lanjut terhadap benda tersebut.


Selain eksentrisitas, kecepatan juga digunakan untuk menentukan apakah suatu benda memiliki orbit hiperbola. Kecepatan lepas adalah kecepatan minimal suatu benda agar terlepas dari benda yang diorbitinya. Apabila kecepatan benda tersebut melebihi kecepatan lepas Matahari, maka dapat dipastikan benda tersebut tidak terikat oleh potensial gravitasi Matahari. Ketika hal tersebut terjadi, maka benda tersebut akan mengikuti lintasan hiperbola.


Jadi, kita tahu bahwa eksentrisitas ‘Oumuamua yang bernilai 1,2 menandakan bahwa bentuk orbitnya hiperbola dan tidak terikat oleh Tata Surya. Sedangkan, kecepatannya yang melebihi kecepatan lepas Matahari, yakni mencapai 26,33 km/s ketika jauh dari Matahari, menambah keyakinan akan hal tersebut. ‘Oumuamua pun dipastikan sebagai benda antarbintang.


Bentuknya lonjong atau justru… gepeng?

Selain misteri mengenai jenisnya, bentuk dari benda ini juga mengundang segudang pertanyaan. Diamati dari amplitudo dan frekuensi kurva cahayanya, perhitungan menunjukkan bahwa bentuk dari benda ini aneh, yaitu elipsoid yang sangat panjang dengan rasio sumbu terpanjang dan terpendek minimal 5:1. Karena hal ini, orang-orang sering menyebutnya berbentuk seperti batangan rokok (cigar-shaped). Dari pengukuran teleskop ruang angkasa Spitzer, ukuran diameter efektifnya setidaknya adalah 100 m. Sejauh ini, baru benda tersebut yang dikonfirmasi mempunyai bentuk lonjong yang ekstrem. 


Namun sebuah studi pada tahun 2019 menunjukkan bahwa benda ini lebih cenderung berbentuk piringan (disc-shaped) dengan rasio aspek 1:8. Menurut studi ini, masalah yang dihadapi oleh model “batangan rokok” adalah kurva cahayanya yang kurang cocok dengan pengamatan dibanding dengan model piringan. Sayangnya, sepertinya tidak ada cara lain selain mengejar benda itu untuk melihatnya lebih dekat agar bisa memastikannya.


Bagaimana dengan komposisinya?

Selain bentuknya yang mungkin sangat lonjong, ternyata ‘Oumuamua juga mengalami rotasi Non-Principal Axis (NPA) atau mengorbit dengan cara terhuyung (tumbling). Dari pengetahuan-pengetahuan tersebut, ternyata benda ini memiliki kekuatan kohesi internal yang kuat atau materialnya bersifat kompak. 


Benda ini mempunyai spektrum yang tumpang tindih dengan spektrum asteroid tipe D, yakni cenderung berwarna merah. Terdapat isyarat bahwa benda ini mengandung permukaan yang kaya bahan organik yang terpapar radiasi kosmik selama kurang dari 10 juta tahun


‘Oumuamua tidak mempunyai lapisan es di permukaannya, meskipun dimungkinkan untuk mempunyai lapisan selubung es di dalamnya. Ini diketahui dari hampir tidak adanya fitur koma yang berasal dari lapisan es yang tergerus radiasi Matahari. Kemungkinan es di permukaannya sudah habis terlebih dahulu saat berada di ruang antarbintang sehingga benda ini tidak menunjukkan fitur tersebut ketika mendekati Matahari


Terdapat pula gagasan bahwa benda ini tersusun dari debu atau es hidrogen molekuler. Dugaan bahwa benda ini tersusun dari debu fraktal berasal dari temuan mengenai periode rotasi ‘Oumuamua yang melambat yang bisa dijelaskan oleh tekanan radiasi yang disebut efek YORP (Yarkovsky–O'Keefe–Radzievskii–Paddack). Gagasan es hidrogen molekuler sempat disanggah karena di lingkungannya yang penuh tumbukan panas, molekul tersebut akan terurai sebelum membentuk buliran es. Semua ini tentu tidak memperhitungkan hipotesis pesawat alien yang membuat adanya gaya nongravitasional itu.


Dari mana asal tamu kita ini?

Tempat asal ‘Oumuamua dilacak dari penelusuran lintasannya dengan memperhitungkan potensial gravitasi galaksi, lengan galaksi, dan papasan-papasan dengan bintang terdekat Matahari, serta pengaruh gaya non gravitasi. Berdasarkan penelusuran jejak orbitnya, ‘Oumuamua berasal dari arah bintang Vega di rasi Lyra. Namun, bukan berarti bintang Vega adalah bintang induknya karena bintang-bintang mempunyai gerak diri (proper motion) sehingga posisinya berubah setiap waktu.


Selain dari penelusuran jejak orbit, bintang induk dari benda ini dapat ditelusuri dari kecepatannya. Apabila kecepatannya menyerupai kecepatan kelompok bintang tertentu, kemungkinan salah satu bintang dari kelompok itulah induknya. Kecepatan benda ini sedikit berbeda dengan kecepatan titik LSR (Local Standard Rest) Matahari, mirip dengan kecepatan bintang-bintang muda, meskipun kemungkinan bahwa benda ini ternyata telah mengembara di penjuru galaksi selama milyaran tahun tidak dapat diabaikan. Beberapa ilmuwan telah menentukan beberapa bintang yang pernah berpapasan, bahkan beberapa kandidat bintang induknya. Meskipun begitu, ternyata semua kandidat bintang induk tersebut diketahui tidak memiliki planet. Kurangnya data bintang-bintang merupakan penghalang utama untuk mendapat hasil yang lebih meyakinkan, sehingga pencarian “kampung halaman” ‘Oumuamua masih berlanjut.


Sekali lagi, sejauh ini kita belum memperhitungkan “hipotesis alien” yang bisa saja membuat prediksi lintasan tadi sama sekali tidak akurat. Namun, apakah yakin benda ini adalah pesawat alien?


Jadi, ini pesawatnya alien?

Ciri-ciri mencurigakan dari ‘Oumuamua yang disebutkan sebelumnya membuat banyak orang terpikir untuk bertanya, “Jangan-jangan ini adalah pesawat alien yang sedang menyelidiki Bumi?”


Upaya ilmiah untuk mengkonfirmasi “hipotesis alien” ini pernah dilakukan. Search for Extraterrestrial Intelligence (SETI) dan Breakthrough Listen Project (BLP) mencoba “mendengarkan” ‘Oumuamua dari emisi radionya dengan rentang-rentang frekuensi tertentu. Dengan fasilitas Allen Telescope Array (ATA), SETI mengamati ‘Oumuamua yang pada saat itu berada pada jarak 170 juta kilometer dari Bumi, sedikit lebih jauh daripada jarak rata-rata Bumi ke Matahari (150 juta kilometer). BLP menggunakan instrumen teleskop Green Bank 100 meter dan pengamatan selama 10 jam dalam rentang frekuensi yang luas. Sayangnya, mereka sama sekali tidak menemukan hasil yang “luar biasa” sejauh ini.


Kini, ‘Oumuamua sudah menjauh dan akan pergi dari Tata Surya menuju ke arah rasi Pegasus. Terlepas dari adanya makhluk cerdas dibalik benda ini, yang pasti ‘Oumuamua akan kembali “bertamu” dari satu tata surya ke tata surya lainnya. Artikel telah dipublikasikan di https://medium.com/himastron-itb/oumuamua-tamu-misterius-yang-datang-dari-ruang-antarbintang-7e040e2b6fb2 1 IAU Minor Planet Center. (2017, 25 Oktober). MPEC 2017-U181: COMET C/2017 U1 (PANSTARRS). Diakses pada 16 Oktober 2020, dari https://minorplanetcenter.net//mpec/K17/K17UI1.html 

2 Micheli, M., Farnocchia, D., Meech, K.J. et al. (2018). Non-gravitational acceleration in the trajectory of 1I/2017 U1 (‘Oumuamua). Nature 559, 223–226. https://doi.org/10.1038/s41586-018-0254-4 

3  Rafikov, R.R. (2018). Spin Evolution and Cometary Interpretation of the Interstellar Minor Object 1I/2017 ’Oumuamua. The Astrophysical Journal, 867. https://arxiv.org/abs/1809.06389 
4  Projectpluto.com. (2019, 12 September). "Pseudo-MPEC" for A/2017 U1 = 1I = ʻOumuamua. Diakses pada 16 Oktober 2020, dari https://projectpluto.com/temp/2017u1.htm 
5  Fraser, W., Pravec, P., Fitzsimmons, A., Lacerda, P., Bannister, M., Snodgrass, C., & Smolić, I. (2017). The tumbling rotational state of 1I/‘Oumuamua. Nature Astronomy, 2, 383-386. https://arxiv.org/abs/1711.11530 
6  Trilling, D. E., Mommert, M., Hora, J. L., Farnocchia, D., Chodas, P., Giorgini, J., Smith, H. A., Carey, S.,Lisse, C. M., Werner, M., McNeill, A., Chesley, S. R., Emery, J. P., Fazio, G., Fernandez, Y. R., Harris,A., Marengo, M., Mueller, M., Roegge, A., Smith, N., Weaver, H. A., Meech, K., and Micheli, M. (2018).Spitzer observations of interstellar object 1i/‘oumuamua.The Astronomical Journal, 156(6):261. https://iopscience.iop.org/article/10.3847/1538-3881/aae88f 
7  Mashchenko, S. (2019). Modelling the light curve of `Oumuamua: evidence for torque and disc-like shape. Monthly Notices of the Royal Astronomical Society, 489, 3003-3021. https://arxiv.org/abs/1906.03696 
8  Fraser, W., Pravec, P., Fitzsimmons, A., Lacerda, P., Bannister, M., Snodgrass, C., & Smolić, I. (2017). The tumbling rotational state of 1I/‘Oumuamua. Nature Astronomy, 2, 383-386. https://arxiv.org/abs/1711.11530 
9  Jewitt, D., Luu, J., Rajagopal, J., Kotulla, R., Ridgway, S., Liu, W., & Augusteijn, T. (2017). Interstellar Interloper 1I/2017 U1: Observations from the NOT and WIYN Telescopes. The Astrophysical Journal, 850. https://arxiv.org/abs/1711.05687 
10  Fitzsimmons, A., Snodgrass, C., Rozitis, B., Yang, B., Hyland, M., Seccull, T., Bannister, M., Fraser, W., Jedicke, R., & Lacerda, P. (2018). Spectroscopy and thermal modelling of the first interstellar object 1I/2017 U1 ‘Oumuamua. Nature Astronomy, 2, 133-137. https://arxiv.org/abs/1712.06552  
11  Fitzsimmons, A., Snodgrass, C., Rozitis, B., Yang, B., Hyland, M., Seccull, T., Bannister, M., Fraser, W., Jedicke, R., & Lacerda, P. (2018). Spectroscopy and thermal modelling of the first interstellar object 1I/2017 U1 ‘Oumuamua. Nature Astronomy, 2, 133-137. https://arxiv.org/abs/1712.06552 
12  Flekkøy, E., Luu, J., & Toussaint, R. (2019). The Interstellar Object ’Oumuamua as a Fractal Dust Aggregate. The Astrophysical Journal, 885. https://arxiv.org/abs/1910.07135 
13  Hoang, T.C., & Loeb, A. (2020). Destruction of molecular hydrogen ice and Implications for 1I/2017 U1 (`Oumuamua). https://arxiv.org/abs/2006.08088 
14   Meech, K., Weryk, R., Micheli, M. et al. (2017). A brief visit from a red and extremely elongated interstellar asteroid. Nature. 552 (7685): 378–381. https://www.nature.com/articles/nature25020    
15  Bailer-Jones, C., Farnocchia, D., Meech, K., Brasser, R., Micheli, M., Chakrabarti, S., Buie, M., & Hainaut, O. (2018). Plausible Home Stars of the Interstellar Object ‘Oumuamua Found in Gaia DR2. The Astronomical Journal, 156, 205. https://arxiv.org/abs/1910.07135 
16  SETI. (2018, 4 Desember). A Radio Search for Artificial Emissions from 'Oumuamua. Diakses pada 16 Oktober 2020, dari https://www.seti.org/press-release/radio-search-artificial-emissions-oumuamua    
17  Scientific American. (2017, 11 Desember). Alien Probe or Galactic Driftwood? SETI Tunes In to 'Oumuamua. Diakses 18 Oktober 2020 dari https://www.scientificamerican.com/article/alien-probe-or-galactic-driftwood-seti-tunes-in-to-oumuamua/  

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Big Bang, Penciptaan, dan Kemenangan Tuhan

Big Bang, Penciptaan, dan Kemenangan Tuhan Mohamad Fikri Aulya Nor, Astronomi ITB Tahukah kalian apa itu Big Bang ? Big Bang adalah teori awal alam semesta yang menyatakan bahwa alam semesta ini bermula dari suatu titik yang tak hingga kecilnya, kemudian mengembang menjadi sebesar ini. Sejarah munculnya teori ini mengandung kisah dramatis tentang pencarian jawaban atas pertanyaan filosofis mengenai alam semesta, konflik laten bagi kaum agamawan, yang diakhiri dengan kemenangan Tuhan. Kita awali kisah ini dengan sebuah kesalahan persepsi yang populer. Banyak orang menyebut Big Bang sebagai “ledakan besar” dalam arti yang sebenarnya. Padahal nama “Big Bang” hanyalah ledekan dari Fred Hoyle, ilmuwan yang mendukung teori pesaing Big Bang, yakni teori Steady State  atau Keadaan Tunak. Dahulu para ahli kosmologi berdebat panjang mengenai alam semesta. Salah satunya, apakah alam semesta ini mempunyai awal atau sejak dulu memang seperti ini alias abadi? Hal ini memicu lahi

Smart Tech, Dumb People

Smart Tech, Dumb People Ilustrasi Singularitas Teknologi. Sumber gambar: https://s27389.pcdn.co/wp-content/uploads/singularity-1000x440.jpg Oleh: Fikri Aulyanor 15 Januari 2019 Sebenarnya, alasan manusia menciptakan teknologi adalah untuk membuat segala pekerjaannya menjadi cepat, efektif, dan efisien. Setelah muncul otomasi dan Internet, dan sekarang ditambah AI (Artificial Intelligence), produktivitas manusia sangat meningkat pesat dengan effort yang sangat minimal. Jelas, kehidupan manusia sangat jauh lebih mudah dibandingkan sebelumnya. Maka dari itu, jika kita mendengar kata “teknologi”, otak kita selalu menganggapnya “baik“. Bagaimana tidak, siapa yang tidak ingin hidup mudah tanpa bersusah payah? Namun, bagaimana jika teknologi ternyata merupakan suatu bentuk penyebab “kemalasan” manusia? Atau yang lebih ekstrem, teknologi diartikan sebagai “pelemahan” terhadap segala lini kehidupan manusia, termasuk intelektualitas. Dalam artian, kemudahan teknologi, membuat manu

Rekor Pengamatan Hilal Terbaik untuk Revolusi Rukyatul Hilal

Rekor Pengamatan Hilal Terbaik untuk Revolusi Rukyatul Hilal Ilustrasi. Sumber gambar:  https://web.facebook.com/observatorium.bosscha/posts/lembang-1-september-2016-pada-pukul-0801-wib-pagi-hari-tadi-observatorium-bossch/1079902765391761/?_rdc=1&_rdr by Warstek Media / 04 Agustus 2019 Ditulis Oleh Mohamad Fikri Aulya Nor Tim Peneliti Hilal dari Observatorium Bosscha membuat kekaguman berbagai pihak saat mempresentasikan hasil penelitiannya pada acara Sarasehan Pengamatan Hilal Rajab 1440 H dan Sosialisasi “Dark Sky Preservation” pada hari Kamis, 7 Maret 2019. Setelah melakukan penelitian pengamatan hilal dari tahun 2012, mereka akhirnya menorehkan catatan rekor hebat. Mereka berhasil menjadi orang kedua di dunia yang berhasil mengamati Bulan saat “berusia” nol jam atau tepat saat fase awal atau bulan baru. Mereka menangkap citra tersebut dari dua tempat, yakni Observatorium Bosscha, Lembang, Jawa Barat dan Kupang, Nusa Tenggara Timur. Dari hasil citra yang didapatka